Bisnis.com, JAKARTA -- Proyek Kawasan Ekonomi Khusus di sejumlah daerah ternyata belum menorehkan prestasi akibat insentif yang tidak tepat sasaran dan tidak selarasnya pusat daerah.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyatakan, salah satu sisi sektor yang mengalami perlambatan ekonomi disebabkan oleh turunnya industri pengolahan.
"Kita ada investasi Rp250 triliun sampai Rp300 triliun problemnya dari sisi jumlah perusahaan industri yang masuk itu ada di luar kawasan," jelas Tauhid, Rabu (7/8/2019).
Alasan untuk membuka industri justru di luar kawasan industri dikarenakan besarnya cost yang harus disiapkan untuk investasi di KEK. Hal ini, kata Tauhid, menandakan adanya selisih biaya yang besar dan menurunkan minat pengusaha masuk ke KEK.
"Apalagi ada problem upah tenaga kerja di Jateng misal di kawasan dan luar kawasan itu tidak ada bedanya. Maka ini menurut saya harus ada insentif lebih besar antara kawasan non KEK dan KEK," pungkasnya.
Beberapa catatan lain adalah soal pemberian fasilitas yang hanya dibidik kepada calon investor baru sehingga melupakan investor yang lama. Insentif pajak yang diberikan juga belum mempertimbangkan lama waktu perusahaan dalam membuka usaha.
"KEK ini bukan hanya masalah infrastrukturnya tapi juga hal lain misal ketenagakerjaan, sampai kepastian hukum terutama jika kepala daerahnya berganti," terang Tauhid.