Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bersiap Hadapi Ancaman Impor Ayam dari Brasil

Badai yang menerpa industri perunggasan, terutama ayam Indonesia nampaknya belum bisa benar-benar mereda. Beban besar harus ditanggung oleh para pelaku sektor tersebut, terutama mereka yang bukan pelaku berskala besar.
Peternak mengambil telur di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Peternak mengambil telur di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Badai yang menerpa industri perunggasan, terutama ayam Indonesia nampaknya belum bisa benar-benar mereda. Beban besar harus ditanggung oleh para pelaku sektor tersebut, terutama mereka yang bukan pelaku berskala besar.

Belum lekang diingatan ketika persoalan anjloknya harga ayam di tingkat peternak mandiri sejak Juni—Juli 2019, membuat para pelaku sektor tersebut berteriak meminta bantuan pemerintah. Harga komoditas itu pun akhirnya membaik pada pertengahan bulan lalu, lantaran adanya upaya dari sejumlah pihak untuk mengendalikan jumlah pasokan dan konsumsi ayam.

Namun, pada bulan yang sama, para pelaku peternakan ayam harus kembali menerima pil pahit setelah Brasil menagih janji Indonesia untuk mengubah ketentuan mengenai importasi ayam. Brasil dalam hal ini menutuntut haknya setelah memenangkan empat dari tujuh tuntutan di sidang Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DSB WTO) pada 2017. 

Adapun, keempat ketentuan itu adalah pembukaan daftar produk yang dapat diimpor, persyaratan penggunaan produk impor, dan prosedur perizinan impor, serta penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner.

Awan kelam pun seolah kembali menyelimuti industri peternakan unggas tersebut. Para pelaku, terutama dari kalangan peternak mandiri khawatir, impor ayam dari Brasil akan membanjiri Indonesia. Perjuangan keras pun harus dihadapi oleh kalangan tersebut.

Maklum, menurut Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit, dari segi harga produksi, ayam domestik masih lebih mahal dibandingkan dengan yang berasal dari Brasil.

Dia mengemukakan, harga pokok produksi ayam Brasil hanya 50% dari ayam produksi Indonesia. Alhasil, dengan asumsi harga pokok produksi (HPP) ayam peternak mandiri yang berkisar pada Rp18.000/kg, HPP ayam brasil hanya berkisar Rp9.000/kg—Rp10.000/kg.

Menurutnya, kondisi tersebut menjadi hal yang wajar mengingat harga pakan ternak di Brasil cenderung stabil dan jarang terjadi kekurangan pasokan. Sementara itu, di Indonesia, persoalan pakan ternak hampir selalu menjadi masalah berulang yang harus dihadapi.

“Di Indonesia 70% komponen penyusun HPP ayam berasal dari pakan. Dari 70% tersebut, lebih dari separuhnya disumbangkan oleh jagung sementara sisanya campuran lain seperti bungkil kedelai. Akibatnya, dengan kondisi harga jagung yang sangat fluktuatif, apalagi ketika tahun lalu ada larang impor jagung, maka peternak kita akan tertekan,” ujarnya, kepada Bisnis.com.

Dia menambahkan, kendati impor daging ayam dari Brasil masih harus dikenai bea masuk 5% di Indonesia dan ditambah dengan ongkos logistik pengiriman, harga jual produk tersebut di Indonesia masih lebih murah daripada daging ayam RI.

Dia memperkirakan harga jual produk tersebut di Indonesia hanya berkisar Rp15.000/kg—Rp16.000/kg.

Keluhan para peternak ayam mengenai ancaman tersebut pun, menurutnya, sempat disampaikan kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada Rabu (31/7). Namun, lanjut Anton, Kemendag tidak bisa berbuat banyak lantaran ketentuan WTO telah mewajibkan RI untuk mengikuti hasil putusan sidang melawan Brasil.

Walhasil, tekanan kepada para peternak pun bertambah, tidak lagi hanya berkisar pada harga pakan, harga day old chick (DOC), dan harga jual saja melainkan juga harus menghadapi ancaman serbuan impor. 

“Untuk itu kami akhirnya meminta kepada Kemendag, untuk berusaha membantu kami dengan tidak menghalangi impor jagung ketika dibutuhkan. Supaya daya saing produk kita terjaga. Kemendag pun menyanggupinya dengan catatan harus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya,” jelasnya. 

Adapun, Anton menilai, Indonesia masih bisa melakukan pembatasan impor secara tidak langsung dengan menetapkan ketentuan sertifikat halal terhadap produk ayam yang dimpor. Ketentuan itu menurutnya sah-sah saja dilakukan, lantaran sudah diterapkan negara lain di Timur Tengah.

TEKANAN PETERNAK

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi mengatakan, tekanan terbesar ada pada peternak mandiri. Pasalnya, peternak mandiri hanya menggantungkan asal keuntungannya dari penjualan livebird.

Kondisi berbeda, lanjutnya, terjadi pada perusahaan integrator yang memiliki jaringan bisnis mulai dari pembibitan, pakan, hingga penggemukan. Dia memperkirakan, kendati penjualan ayam melemah, para integrator masih bisa mengais laba dari penjualan bibit dan pakan.

“Berbeda dengan kami para peternak mandiri, yang harus beli DOC dan pakan secara mandiri. Ketika harga pakan dan DOC naik, kami tidak bisa berbuat apa. Berbeda dengan integrator yang paa dasarnya mereka juga menjadi produsen pakan,” katanya, ketika dihubungi Bisnis.com.

Akibatnya, dia menilai perjuangan yang lebih berat untuk menghadapi ancaman impor ayam Brasil akan dihadapi oleh peternak mandiri. Terlebih menurutnya, peternak mandiri masih belum dapat melakukan produksi secara efisien lantaran memiliki ketergantungan yang besar dari harga dan ketersediaan pakan serta bibit ayam. 

“Kalau kondisi ini dibiarkan, makin lama makin banyak peternak mandiri gulung tikar,” tegasnya.

Saat ini, para peternak mandiri telah dihadapkan kepada potensi kenaikan harga DOC lantaran harga daging ayam telah membaik. Di sisi lain, para peternak juga khawatir, harga jagung akan kembali melambung setelah masa panen raya komoditas penyusun pakan ternak itu usai pada Agustus. 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pada dasarnya Indonesia tidak bisa lagi menghalangi impor daging ayam melalui ketentuan yang telah dimandatkan oleh DSB WTO untuk direvisi.

Adapun, revisi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.29 /2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan yang berlaku mulai 24 April 2019.

“Sekarang tinggal importirnya, mau apa tidak mereka mengimpor ayam dari Brasil," ujarnya singkat.

Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan, salah satu kunci untuk menghadapi gempuran impor ayam Brasil adalah dengan efisiensi ongkos produksi ayam nasional. Tanpa adanya proses efisiensi, maka daya saing daging ayam RI dari sisi harga akan tertekan oleh produk dari Brasil.

“Kalau pun mau menggunakan ketentuan halal untuk membatasi impor. Pemerintah harus memastikan, ketentuan itu berlaku juga kepada produk makanan lain yang diimpor. Bagaimana dengan proses peternakan dan pengolahan ayam di Indonesia, apakan benar dilakukan secara halal? Kalau tidak, kita bisa kena gugatan di WTO lagi,” ujarnya.

Bagaimanapun juga pembatasan impor tanpa alasan yang jelas dan berlaku adil memang tidak bisa dibenarkan. Terlebih ketentuan WTO telah mengatur hal tersebut. Kini, solusi terbaik adalah efisiensi pada proses produksi peternakan ayam, terutama di tingkat peternak mandiri.

Apabila benar, salah satu hal yang bisa mendongkrak efisensi produksi tersebut adalah pakan ternak, dalam hal ini jagung, maka ketersediaan komoditas itu harus benar-benar terjaga agar harga tidak melambung. Meskipun harus didapatkan melalui impor. 

Terlebih pengalaman pada tahun lalu telah membuktikan, penutupan impor jagung justru membuat runyam industri pakan ternak dan peternakan sendiri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper