Bisnis.com, JAKARTA — Purcahsing Manager’s Index (PMI) Indonesia untuk pertama kalinya turun ke bawah level 50,0 pada awal semester II/2019 ke posisi 49,6. Pada periode yang sama tahun lalu, PMI Indonesia justru mencatatkan kenaikan sebanyak 30 basis poin (bps) secara bulanan ke level 50,5.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan penurunan PMI tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan sektor manufaktur pada kuartal II/2019 yang disebabkan stimulus internal dan eksternal.
Asosiasi berharap pemerintah dapat merespons penurunan PMI Juli tersebut dengan mempercepat implementasi kebijakan reformasi ekonomi yang sudah lama dijanjikan.
Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan setidaknya ada empat faktor eksternal yang yang menggerus permintaan produk-produk lokal. Pertama, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China membuat pertumbuhan China melambat. Alhasil, kinerja ekspor ke China melambat, sedangkan peningkatan ekspor ke negara-negara lain tidak dapat menutupi perlambatan permintaan tersebut.
Kedua, proses perceraian Inggris dari Uni Erpa yang tidak berkesudahan membuat iklim investasi yang tidak menguntungkan, khususnya investasi ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ketiga, peninjauan fasilitas generalized system of preferences (GPS) AS terhadap Indonesia dalam rangka menekan defisit neraca dagang AS terhadap Indonesia.
Keempat, kebijakan Uni Eropa yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi. “Ini berpotensi menghantam 30% total ekspor kita ke Uni Eropa,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (1/8/2019).
Shinta mengatakan eskalasi perang dagang dan kebijakan domestik yang merugikan industri dalam negeri berdampak negatif pada permintaan produk lokal di pasar global.
Menurutnya, para pelaku industri di dalam negeri tidak menghasilkan terobosan untuk mengungkit volume produksi. Pasalnya, waktu para pelaku industri tersita untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional menjelang dan setelah pemilu.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menilai penurunan PMI tersebut disebabkan oleh efek perayaan Idulfitri pada Juni.
“Kalau [industri] makanan dan minuman memang siklus saja,” ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman.