Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah untuk merelaksasi ketentuan mengenai wilayah atau zonasi dalam pendirian ritel modern, diperkirakan memacu ekspansi para pelaku industri sektor tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan, Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern akan menciptakan iklim berusaha yang lebih baik bagi peritel.
Adapun, rancangan Perpres tersebut merupakan revisi Perpres No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
Pasalnya, kata Roy, dalam ketentuan baru tersebut, pemerintah merelaksasi syarat pendirian ritel modern yang selama ini harus mengacu kepada aturan rencana detail tata ruang (RDTR) di tiap daerah, menjadi hanya berpatokan pada aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Sebab, menurutnya, selama ini pengusaha ritel sering terganjal oleh terbatasnya jumlah daerah yang memiliki ketentuan RDTR.
“Ketentuan ini akan berdampak positif bagi kami peritel. Sebab, kalau dijumlah paling hanya 30 daerah di Indonesia yang punya ketentuan RDTR. Namun, ketika kewajibannya diubah hanya mengacu kepada RTRW saja, maka kami peritel akan lebih mudah untuk mendirikan toko ritel modern,” jelasnya, kepada Bisnis.com, Senin (29/7/2019).
Dia meyakini, pertumbuhan jumlah gerai ritel modern akan lebih cepat dan makin mudah menjangkau ke daerah-daerah nonkota besar.
Menurutnya, apabila rancangan Perpres tersebut disahkan pada tahun ini, ekspansi dan pertumbuhan jumlah gerai ritel modern akan melonjak mulai tahun depan.
Pasalnya, selama ini para peritel sudah banyak yang berancang-ancang untuk ekspansi ke daerah di tingkat kabupaten dan kotamadya.
Namun demikian, mereka sering tergajal oleh ketentuan perizinan dalam mendirikan bisnisnya, termasuk salah satunya mengenai ketentuan RDTR.
“Kami tidak melihat kekhawatiran ekspansi jumlah ritel akan terganjal akibat isu-isu penutupan sejumlah gerai ritel akhir-akhir ini. Justru dengan ketentuan baru tersebut, kami bisa masuk ke daerah-daerah yang selama ini pasarnya belum terjamah oleh ritel modern yang tentu sangat prospektif,” ujarnya.
Consumer Behaviour Expert dan Executive Director Retail Service Nielsen Indonesia Yongky Susilo mengatakan, ketentuan baru mengenai zonasi pendirian ritel modern akan menjadi insentif yang baik bagi industri tersebut.
Namun dia menegaskan, kecepatan ekspansi ritel modern akan sangat bergantung kepada kondisi perekonomian nasional.
“Kalau kondisi ekonomi nasional terus membaik, saya yakin ekspansi ritel modern bisa lebih dari 14% per tahunnya dari saat ini yang hanya 4% per tahun. Sebab empat tahun lalu, ketika kondisi ekonomi kondusif, ekspansi ritel modern bisa mencapai 13% dengan ketentuan zonasi yang berlaku hingga saat ini,” ujarnya.
Dia juga menambahkan, selain mengenai zonasi, hambatan yang selama ini mengganggu ekspansi ritel modern adalah kemudahan dalam mengajukan izin di daerah.
Pasalnya, kendati pemerintah pusat telah melonggarkan aturan, namun di daerah terdapat aturan-aturan lain yang membuat proses perizinan mendirikan gerai menjadi lebih panjang.
Terpisah, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, ketentuan tersebut akan membuat ritel modern makin merajalela dan menekan kehadiran pasar tradisional.
Pasalnya, dia melihat, pelonggaran ketentuan pendirian ritel modern tidak diimbangi oleh perlindungan yang lebih besar kepada pasar tradisional.
“Memang, ritel modern akan makin ekspansif. Namun pasar tradisional akan makin tergerus. Jika ketentuan mengenai zonasi itu sudah terlanjur diteken, kami berharap pemerintah menerbitkan ketentuan pengendalian bisnis ritel modern lain, yang sifatnya melindungi pasar tradisional,” ujarnya.
Ketentuan pengendalian bisnis ritel modern tersebut adalah kewajiban para peritel mendirikan gerainya minimal 1 kilometer (km) dari pasar tradisional.
Selain itu, dia meminta ritel modern yang berdekatan dengan pasar tradisional, diatur jam operasionalnya menyerupai pasar tradisional.