Bisnis.com, JAKARTA— Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air DPR menilai panitia kerja masih akan melakukan konsultasi lebih lanjut terkait dengan penafsiran partipasi swasta dalam pengusahaan sistem penyediaan air minum.
Ketua Panja RUU SDA Lasarus menagatakan bahwa panja tidak menginginkan adanya judicial review saat RUU ini disahkan menjadi undang-undang.
RUU SDA, katanya, juga tidak membatasi pengusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) oleh kalangan swasta.
Lasarus menekankan pengaturan sistem penyediaan air minum (SPAM) berbeda dengan AMDK.
"AMDK itu [diatur dalam] Pasal 50. SPAM itu Pasal 51. Masa swasta enggak boleh [mempunyai usaha di AMDK] dan PHK [pemutusan hubungan kerja] karyawannya," jelasnya, Rabu (24/7/2019).
Selain pengaturan terkait dengan kerja sama SPAM, pembahasan RUU SDA juga cukup alot pada ketentuan pungutan penggunaan air.
Baca Juga
Lasarus menyebutkan bahwa pungutan tersebut akan diatur dalam regulasi turunan, yaitu peraturan pemerintah.
Konsep pungutan akan mengacu pada biaya jasa penggunaan sumber daya air. "Jadi, siapapun yang pegang izin, mau untung atau rugi, bayar. Skemanya nanti pakai skema pemerintah, biaya jasa penggunaan sumber daya air," tuturnya.
Penyusunan RUU SDA ditunggu banyak pihak setelah pada 2015 lalu Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air karena bertentangan dengan UUD 1945.
Enam peraturan pemerintah yang menjadi aturan pelaksana UU tersebut dinilai tidak sesuai dengan arahan konstitusi.
Pembatalan UU SDA Tahun 2004 membuat MK menghidupkan kembali UU Nomor 11/1974 tentang Pengairan untuk mencegah kekosongan hukum hingga adanya undang-undang baru.