Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Eropa telah mengirimkan surat pemberitahuan/notifikasi kepada para pelaku pasar di Benua Biru atas rencana penerapan bea masuk antisubsidi terhadap produk biodiesel asal Indonesia.
Surat tertanggal Selasa (23/7/2019), sebagaimana diterima S&P Global Platts pada Rabu (24/7/2019), itu menggarisbawahi bahwa keputusan mengganjar biodiesel Indonesia dengan bea masuk antisubsidi itu sesuai dengan Regulasi UE 2016/1037.
Beleid tersebut mengatur soal kebijakan proteksi pasar oleh otoritas Uni Eropa (UE) terhadap serbuan produk impor bersubsidi dari negara selain anggota blok bermata uang tunggal itu.
Di dalam surat notifikasi tersebut, Komisi Eropa juga memaparkan rencana pengenaan tarif impor untuk perusahaan-perusaah Indonesia yang selama ini memasok biodiesel ke Benua Biru.
Perinciannya antara lain; impor biodiesel dari Musim Mas dikenai bea masuk 16,3%, dari Permata Group 18%, dan Wilmar Group 15,7%. Sementara itu, impor biodiesel dari perusahaan lain asal Indonesia dikenai tarif impor sebesar 18%.
Surat pemberitahuan tersebut sempat memantik lonjakan drastis pada harga fatty acid methyl ester (FAME 0) di Eropa pada Selasa (23/7/2019). Komoditas tersebut merupakan produk biodiesel utama yang diekspor Indonesia ke Uni Eropa.
Baca Juga
Berdasarkan data S&P Global Platts, harga FAME 0 mencapai US$240/metrik ton pada Selasa, saat diterbitkannya surat Komisi Eropa itu. Angka tersebut melonjak US$35 dari hari sebelumnya.
Akan tetapi, pada Rabu (24/7/2019), harga FAME 0 perlahan-lahan kembali turun ke level US$224,5/metrik ton.
Kebijakan bea masuk antisubsidi terhadap produk biodiesel asal Indonesia akan diberlakukan secara provisional (sementara) per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Uni Eropa (UE) menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.
Kebijakan UE ini telak menjadi pukulan berganda bagi pihak Indonesia, yang sejak Maret terus dihajar isu diskriminasi akses produk berbasis CPO di Benua Biru.