Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaga Daya Saing, Asia Pacific Fibers Pacu Diversifikasi

Diversifikasi membuat produk dapat bersaing dari sisi nilai tambah yang dimiliki.
ilustrasi/JIBI-Rahmatullah
ilustrasi/JIBI-Rahmatullah

Bisnis.com, JAKARTA — Salah satu produsen poliester, PT Asia Pacific Fibers Tbk., telah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi dampak negatif perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Prama Yudha Amdan, Head of Corporate Communication and PR Asia Pacific Fibers, mengatakan pihaknya memiliki strategi diversifikasi produk yang memiliki nilai tambah. Dengan demikian, produk perseroan bisa bersaing dari nilai tambah yang dimiliki, bukan dari aspek harga.

“Beberapa produk kami yang bernilai tambah antara lain benang anti api, benang khusus untuk otomotif, dan benang anti bakteri. Dengan value added product, kami bisa bersaing dari aspek keunggulan produk, kalau produk komoditas persaingan di harga,” ujarnya, Selasa (23/7/2019).

Menurutnya, perang dagang saat ini menggangu pasar perseroan karena barang impor, terutama dari China, masuk ke pasar domestik dalam volume yang besar. Penjualan emiten dengan kode saham POLY ini sebesar 60% menyasar pasar dalam negeri.

Prama mengatakan dampak perang dagang bisa terlihat dari impor tekstil yang meningkat dan berdampak pada penjualan, terutama produk komoditas yang bersaing dari segi harga. Kinerja perseroan pada kuartal I/2019 turun 3,99% (yoy) menjadi US$113,58 juta.

Dia mengatakan dari perang dagang yang terjadi, terdapat ekses kapasitas dari kedua negara yang berkonflik akibat tidak bisa masuk ke masing-masing negara. Negara yang tidak memiliki proteksi yang cukup pun menjadi tempat ‘pembuangan’ produk idle tersebut.

“Saat ini, Indonesia tidak memiliki proteksi yang cukup sehingga trennya produk impor jadi bahan pokok dan pasar terganggu. Sebelumnya kan barang impor itu bertujuan mengisi kekurangan atau memenuhi barang yang belum bisa diproduksi dalam negeri,” ujarnya.

Selain proteksi yang kurang, Prama menilai saat ini ketidakpastian sangat tinggi. Tidak hanya karena faktor global, melainkan juga dari dalam negeri.

Dia memberi contoh, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pada menteri terdahulu berada di urutan 11 dari 15 industri prioritas dan saat ini, kurang dari 5 tahun, menjadi 5 industri prioritas utama. Tentunya, menjadikan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan langkah yang baik, tetapi bisa saja berubah ketika susunan menteri diganti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper