Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku budi daya patin berharap ada temuan bibit unggul untuk komoditas tersebut demi menekan biaya produksi dan menjaga margin.
Pembudi daya ikan air tawar dari Ciseeng, Bogor, Adrianus Mario mengatakan saat ini, rasio pakan dan produksi patin mencapai 1,4:1. Artinya, untuk menghasilkan seekor patin berbobot 1 kilogram (kg) dibutuhkan rata-rata pakan sebanyak 1,4 kg.
“Di ikan, 90 persen biaya produksi memang di pakan,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (17/7/2019).
Untuk itu, dia berharap pemerintah bisa membuat penelitian untuk memproduksi bibit unggul dengan kebutuhan pakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang ada saat ini.
Menurut Mario, hal ini seharusnya bukanlah sesuatu yang mustahil. Pasalnya, jenis ikan lain seperti ikan mas, nila, dan lele saat ini memiliki beragam varietas unggul yang bahkan telah disertifikasi oleh pihak kementerian terkait.
“PR-nya bukan hanya di pakan, tapi pengembangan jenis-jenis baru,” ujarnya.
Mario pun menyambut baik upaya pemerintah yang saat ini gencar mencari pasar baru bagi patin, khususnya di luar negeri melalui branding Indonesian Pangasius.
Namun, dia berharap upaya tersebut bisa diimbangi oleh sesama pelaku budi daya dan industri pengolahan melalui peningkatan kualitas produksi. Adapun sudah ada peluang bagi Indonesia untuk melakukan ekspor ke Arab Saudi pada tahun ini karena pasokan dari Vietnam kualitasnya dinilai kurang baik.
“Jangan sampai kita seperti Vietnam. Pabrik juga harus commit tidak menggunakan bahan berbahaya karena permintaan ekspor adalah permintan kualitas daging putih dan tidak berbau,” katanya.
Di samping itu, dia juga berharap adanya upaya ekstra untuk mengenalkan patin pada konsumen dalam negeri khususnya penikmat dori. Menurutnya, banyak konsumen ikan dori yang tidak mengenal betul bahwa komoditas tersebut merupakan patin yang berasal dari Vietnam.