Bisnis.com, JAKARTA – Perubahan format bisnis harus dilakukan pelaku usaha ritel menghadapi perubahan perilaku konsumen saat ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan format ritel yang cocok untuk perilaku konsumen saat ini adalah toko-toko dengan luas bangunan 2.000 meter persegi. Toko yang memiliki luas bangunan sekitar 2.000 m2 umumnya berjenis supermarket atau minimarket.
“[Perubahan perilaku konsumen] dari large zone menjadi medium zone area. Dari luasan 5.000 m2 sekarang market yang cocok adalah 2.000 m2 ke bawah. Yang masih berkembang adalah kelas supermarket, minimarket, dan department store,” ujar Roy kepada Bisnis di Jakarta pada Kamis (11/7/2019).
Aprindo memprediksi bisnis ritel tahun ini masih akan tumbuh sesuai dengan target. Mereka memprediksi pertumbuhan ritel di Indonesia sepanjang 2019 berada di kisaran 10 hingga 15 persen.
Menurut Roy, masih banyak pengusaha ritel, utamanya yang bergerak di bidang FMGC (fast moving consumer goods), berencana membuka toko-toko baru tahun ini. Dia menyebut salah satu pengusaha ritel ada yang menargetkan pembukaan 800 minimarket baru sepanjang 2019.
Selain itu, rata-rata pengusaha ritel yang memiliki lini usaha supermarket hendak membuka lima hingga delapan toko baru sepanjang tahun. Jumlah hypermarket yang hendak dibuka sejumlah pengusaha di bidang itu rata-rata dua hingga tiga toko.
“Untuk department store masih ada penambahan 8 hingga 10 rata-rata mereka akan buka tahun ini. Pembukaan toko ini indikator dari pertumbuhan industri sendiri,” tuturnya.
Pernyataan Roy senada dengan analisa Consumer Behaviour Expert dan Executive Director Retail Service Nielsen Indonesia Yongky Susilo. Dia memprediksi pertumbuhan cepat akan dialami ritel dengan format minimarket tahun ini.
Pertumbuhan minimarket di Indonesia tahun ini diprediksi mencapai lebih dari 10 persen, sementara itu pertumbuhan untuk ritel jenis supermarket ada di kisaran 5 persen hingga 9 persen, dan hypermarket hanya 0 persen hingga 4 persen.\
“[Format minimarket] pas untuk saat ini di mana konsumen kerap belanja pas-pasan. Untuk ritel jenis hypermarket harus scale down, terlalu besar kalau sampai 10.000 m2,” tuturnya.
Pada lini ritel untuk fashion, Yongky memprediksi jenis usaha butik akan bagus jika dibuka para pengusaha. Kemudian format department store atau toko serba ada disebutnya harus mengubah model operasional agar bisa melayani konsumen lebih cepat dari sebelumnya.
“Cepat merespons permintaan konsumen, kebutuhan konsumen. Cepat melayani, cepat dalam mencari produk. Jadi, harus pakai teknologi karena tidak bisa melayani cepat kalau tidak pakai teknologi,” tuturnya.
Berdasarkan data Aprinso, nilai penjualan ritel modern pada 2016, 2017, dan 2018 berturut-turut mencapai Rp205 triliun, Rp 212 triliun, dan Rp233 triliun.