Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani : Seluruh Dunia Pusing Tarik Pajak Google

Seluruh negara di dunia merasa kesulitan dalam memajaki sejumlah perusahaan digital seperti Google, Facebook, Amazon, Netflix dan lainnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) memberikan draft tanggapan pemerintah kepada Ketua Rapat Paripurna Fadli Zon (kiri) didampingi Wakil Ketua DPR Agus Hermanto (tengah) pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2019)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) memberikan draft tanggapan pemerintah kepada Ketua Rapat Paripurna Fadli Zon (kiri) didampingi Wakil Ketua DPR Agus Hermanto (tengah) pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2019)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa saat ini seluruh negara di dunia merasa kesulitan dalam memajaki sejumlah perusahaan digital seperti Google, Facebook, Amazon, Netflix dan lainnya.

Hal tersebut diungkapkannya di sela Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, Selasa (11/06/2019), pasca dirinya menghadiri pertemuan negara negara G20 yang akhir pekan lalu diadakan di Jepang.

Kendati demikian, lanjut dia, seluruh negara yang hadir di pertemuan di Fukuoka, Jepang tersebut sepakat untuk bekerjasama perpajakan internasional dalam hal perpajakan digital.

"Kami sampaikan juga kepada Banggar, kemarin di G20, salah satu kemajuan yang paling penting adalah kerjasama perpajakan internasional, terutama untuk perpajakan digital. Karena yang pusing mengahadapi pajaknya Google, Facebook, Amazon, Netflix, itu tidak hanya kita, tapi seluruh dunia pusing," ujarnya, Selasa (11/06/2019).

Menurutnya, sejumlah negara kesulitan memajaki perusahaan digital tersebut karena perusahaannya tidak ada di negara tersebut, namun dia (perusahaan) mendapatkan revenue yang efektif.

"Sehingga tidak bisa diaplikasikan yang selama ini di dalam undang undang dan perjanjian pajak internasional yaitu BUT (badan usaha tetap), permanen establishment. Karena, mereka itu tidak perlu BUT di sini namun mereka mendapatkan revenuew yang cukup besar," ujarnya.

Oleh karena itu, saat ini prioritas tertinggi adalah melakukan redefinisi dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau permanent establishment tersebut.

"Ini yang akan menjadi salah satu tema kerja sama yang sangat bagus di G20 karena semua merasa erosi basis pajak yang sangat besar," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper