Bisnis.com, JAKARTA -- Keinginan pemerintah agar ekspor batu bara digenjot bakal turut mendongkrak volume pasokan untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) yang telah ditetapkan sebesar 25% dari total produksi.
Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengatakan, pemerintah sudah menginstruksikan agar para produsen batu bara bisa menambah porsi ekspornya sejak akhir tahun lalu. Hal tersebut bertujuan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan yang mengalami defisit cukup dalam.
Namun, para produsen memiliki kewajiban untuk memasok ke pasar dalam negeri (DMO) sebesar 25% dari produksi. Dengan demikian, apabila porsi ekspor ditambah, maka pasokan domestik pun harus ikut ditambah.
Yang menjadi masalah, kebutuhan batu bara di dalam negeri masih belum tinggi. Di sisi lain, apabila produsen batu bara tidak bisa memenuhi DMO minimal 25%, maka akan terkena sanksi pada tahun berikutnya.
"Disuruh genjot produksi sejak Desember tahun lalu, tapi urusan DMO gimana? Ini yang jadi susah," katanya, Rabu (5/6/2019).
Seperti diketahui, Kementerian ESDM mempertahankan persentase kewajiban DMO tahun ini sebesar 25% dari produksi yang disetujui.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 78 K/30/MEM/2019, persentase minimal tersebut akan diwajibkan untuk para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah memasuki tahap operasi produksi.
Bagi perusahaan yang tidak memenuhi persentase minimal DMO tersebut, akan dikenakan sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun depan. Menteri pun dapat menunjuk langsung produsen batu bara untuk memenuhi kebutuhan pengguna batu bara yang kesulitan mendapat pasokan.
Adapun keputusan yang ditetapkan pada 6 Mei 2019 tersebut berlaku surut sejak 1 Januari 2019.