Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali memberi kompensasi kepada wajib pajak (WP) tak patuh dengan mendorong mereka supaya membetulkan surat pemberitahuan (SPT) atau mengungkapkan secara sukarela harta yang belum dilaporkan dalam pengampunan pajak (Tax Amnesty).
Padahal, sebelum imbauan ini diungkapkan, otoritas pajak telah memberikan berbagai macam stimulus kepada WP mulai dari kebijakan pengampunan pajak, implementasi pengungkapan aset sukarela (PAS) final, hingga berbagai insentif pajak dengan tujuan dana-dana yang disimpan WP di luar negeri dapat kembali ke tanah air.
Namun demikian, dalam catatan Bisnis, perilaku pasif otoritas pajak ini belum benar-benar mampu mendorong kepatuhan wajib pajak. Apalagi, jika menilik realisasi kepatuhan formal WP baik pribadi maupun WP badan, yang masih di bawah standar OECD yakni di angka 85%.
Di satu sisi, pemerintah juga telah mulai mengimplementasikan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis atau automatic exchange of information (AEoI) dengan puluhan yurisdiksi mitra.
Dari hasil pertukaran tersebut, Ditjen Pajak telah mendapatkan informasi –setidaknya yang terungkap ke publik–sebesar Rp1.300 triliun. Hanya saja, ribuan triliun data tersebut belum didistribusikan ke kantor-kantor pajak vertikal dengan alasan masih proses cleansing di Ditjen Pajak.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengakui bahwa data ribuan triliun yang didapatkan oleh otoritas pajak sama sekali belum dimanfaatkan untuk kepentingan aktivitas perpajakan. Data itu, lanjut Yoga, saat ini posisinya masih berada di kantor pusat Ditjen Pajak dan sedang dilakukan proses identifikasi.
“Memang belum dimanfaatkan, prosesnya masih di kantor pusat,” ungkap Yoga kepada Bisnis, Minggu (26/5/2019).
Yoga tak menjelaskan secara spesifik kapan data-data tersebut akan didistribusikan ke kantor-kantor pajak lainnya. Sikap kehati-hatian Ditjen Pajak ini untuk memastikan, proses pencocokan data harus kredibel sehingga dalam pemanfaatannya misalnya digunakan untuk aktivitas ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penegakan hukum bisa optimal.
Otoritas juga mengimbau WP yang tak patuh, untuk secepatnya melakukan pembetulan SPT atau menggunakan PAS Final untuk menghindari sanksi-sanksi yang diberikan kepada wajib pajak.
“Kami sangat prudent dalam tata kelola data AEoI. Bagi kami WP selalu memiliki kesempatan untuk memperbaiki kepartuhan lebih cepat semakin baik,” jelasnya.
Dalam catatan Bisnis, kinerja pengampunan pajak belum optimal dalam mendorong kepatuhan wajib pajak, terutama yang menyimpan hartanya di luar negeri.
Pasalnya dengan realisasi deklarasi harta yang senilai Rp1.036,76 triliun, potensi harta yang masuk ke Indonesia hanya 31,9% dari potensi harta yang menurut McKinsey senilai US$250 miliar atau Rp3.250 triliun.
Padahal, untuk mengejar kepatuhan WP, selain data Rp1.300 triliun, Ditjen Pajak tahun lalu juga telah bekal informasi sebanyak 274,4 juta data prioritas teridentifikasi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.
Data eksternal teridentifikasi merupakan data subjek pajak yang diyakini kebenaran identitasnya sesuai dengan masterfile WP atau data referensi yang dimiliki Ditjen Pajak. Sehingga, atas subjek pajak tersebut dapat dilakukan tindakan pengawasan lebih lanjut baik dalam bentuk intensifikasi atau ekstensifikasi perpajakan.
"‘[Tak bisa sekarang] ditunggu saja ya, nanti akan kami sampaikan,” pungkas Yoga.