Bisnis.com, JAKARTA — Untuk mengurangi defisit neraca perdagangan di sektor elektronik, Kementerian Perindustrian berencana mengurangi impor melalui beberapa kebijakan baru.
Dari data yang dihimpun Bisnis, sejak 2015 hingga 2017, defisit neraca perdagangan di sektor elektronik mengalami peningkatan. Defisiit pada 2015 tercatat senilai US$8,59 miliar, naik setahun setelahnya menjadi US$9,28 miliar, dan berlanjut mencapai US$11,6 miliar pada 2017.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto menyebutkan beberapa upaya yang sedang dilakukan pihaknya antara lain mengajukan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 Tahun 2015 dan perubahannya terkait pengawasan post border agar kembali ke border. Hal ini disebabkan impor yang dilakukan oleh perusahaan pemegang Angka Pengenal Importir Umum (API-U) dengan pemegang Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) berbanding 90:10.
Kemenperin juga disebutkan bakal merilis Permenperin mengenai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk produk elektronik, seperti televisi digital dan barang elektronik lainnya serta aturan tentang kontrol IMEI yang bertujuan menghapus impor ponsel ilegal.
Selain itu, ketentuan untuk impor barang komplementer bagi pemegang API-P yang tertuang dalam Permenperin Nomor 19/M-IND/PER/3/2016 tentang Ketentuan Pemberian Rekomendasi Impor Barang Komplementer, Barang untuk Keperluan Tes Pasar, dan/atau Pelayanan Purna Jual akan diubah dari 20% menjadi 5% dari nilai produksi dan akan diberikan keleluasaan apabila pemegang API-P telah mengekspor hasil produksinya.
“Melalui pengendalian impor insya Allah akan meningkatkan investasi dan menambah ekspor produk elektronik,” ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Dari data yang dihimpun Bisnis, sejak 2015 hingga 2017, defisit neraca perdagangan di sektor elektronik mengalami peningkatan. Defisiit pada 2015 tercatat senilai US$8,59 miliar, naik setahun setelahnya menjadi US$9,28 miliar, dan berlanjut mencapai US$11,6 miliar pada 2017.