Bisnis.com, JAKARTA--Dengan populasi sekitar 260 juta jiwa yang diikuti oleh tingkat konsumsi tinggi menjadi pendorong investasi di sektor makanan.
Di industri pengolahan, seperti dirilis oleh Kemenperin, sektor makanan menjadi penyumbang utama penanaman modal dalam negeri (PMDN) senilai Rp7,1 triliun, dan kedua terbesar penanaman modal asing (PMA) senilai US$376 juta pada kuartal I/2019. Pada periode-periode sebelumnya, sektor makanan juga menjadi salah satu kontributor utama investasi, terutama untuk PMDN.
Selain sektor makanan, PMDN manufaktur didorong oleh industri logam dasar dan industri pengolahan tembakau, sedangkan untuk PMA juga didorong oleh industri logam dasar dan industri kimia dan barang dari bahan kimia.
Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), mengatakan bahwa investasi di sektor makanan masih besar karena didukung oleh populasi besar penduduk dan tingkat konsumsi yang tinggi.
"Sebesar 55% dari produk domestik bruto per kapita untuk pangan dan sekitar 30%-nya dikontribusi oleh pangan olahan," katanya di Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Pertumbuhan penduduk juga tercatat sekitar 1,3% per tahun dengan penduduk berusia produktif sekitar 60% dari total populasi. Adhi menyebutkan bahwa penduduk di usia produktif biasanya ingin mencoba produk-produk baru sehingga para produsen berusaha untuk berinovasi dan memperluas bisnisnya.
"Indonesia bisa menjadi basis produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar Asia Tenggara, di mana 60% pasar Asean ada di Indonesia," jelas Adhi.
Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, mengatakan bahwa realisasi investasi untuk sektor-sektor yang memiliki basis pasar domestik dan ekspor yang kuat biasanya relatif baik dibandingkan dengan yang lain.
"Seperti industri makanan, farmasi, dan otomotif, masih relatif baik. Namun, untuk sektor yang basis pasarnya tidak sebesar industri makanan dan farmasi, mudah dipengaruhi oleh faktor seasonal dan iklim sektor manufaktur," katanya.
Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, industri pengolahan nonmigas berkontribusi sebesar 18,5% atau Rp16,1 triliun terhadap realisasi PMDN dan 26% atau US$1,9 miliar terhadap realisasi PMA.
Dia berpendapat apabila pemerintah ke depan berkomitmen untuk memprioritaskan sektor industri manufaktur, investasi di sektor ini bakal mengikuti.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pihaknya berupaya mendorong realisiasi dari komitmen para investor sektor industri yang telah menyatakan minatnya untuk menanamkan modal di Indonesia. Hal ini karena berdampak luas pada peningkatan penerimaan devisa, kapasitas produksi, dan penyerapan tenaga kerja.
“Untuk itu, pemerintah bertekad semakin menjaga iklim investasi yang kondusif serta memberikan kemudahan izin usaha. Selain itu juga telah memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal maupun nonfiskal,” katanya.
Airlangga optimistis, dengan terciptanya kondisi ekonomi, politik, dan keamanan yang tetap stabil dan terkendali, akan mendukung berjalannya aktivitas usaha atau perindustrian semakin agresif.
Menurutnya, iklim usaha yang kondusif menjadi sangat penting untuk menjaga kepercayaan para investor di Tanah Air. Lebih jauh, Airlangga memproyeksi tren pertumbuhan industri seusai pemilu akan tetap terjadi, karena Indonesia adalah negara yang matang dalam penerapan sistem demokrasinya.
"Demokrasi yang matang menjadi modal pemerintah dalam menarik investasi dari luar negeri,” imbuhnya.
Kemenperin menargetkan, sepanjang 2019 pertumbuhan industri manufaktur dapat mencapai 5,4%. Subsektor yang diperkirakan tumbuh tinggi, antara lain industri makanan dan minuman, industri permesinan, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta industri barang logam, komputer dan barang elektronika.