Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dua dari Tiga Fasilitas Free Trade Indonesia Tak Pernah Digunakan

Rasio tersebut tidak berubah banyak sejak dilakukan penelitian serupa pertama kali pada 2012.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kanan) dan Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia Simon Birmingham, menandatangani naskah Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), di Jakarta, Senin (4/3/2019)./REUTERS-Willy Kurniawan
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kanan) dan Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia Simon Birmingham, menandatangani naskah Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), di Jakarta, Senin (4/3/2019)./REUTERS-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — Dua dari tiga fasilitas kerja sama ekonomi Indonesia dengan negera lain tidak dimanfaatkan oleh pengusaha asal Tanah Air.

Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), rata-rata tingkat utilitas pakta dagang dan ekonomi komprehensif oleh pengusaha ekspor dan impor Indonesia hanya sekitar 30%.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, rasio tersebut tidak berubah banyak sejak dilakukan penelitian serupa pertama kali pada 2012.

“Ada beberapa penyebab. Pertama, karena masih banyak pengusaha yang belum tahu fasilitas ini. Kedua, karena tarif preferensial yang diterapkan dengan mitra dagang tidak terlalu menarik atau bahkan tidak beda jauh dengan tarif dalam skema most favoured nation [MFN],” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Dia juga menyebutkan, penyebab lain dari rendahnya tingkat utilitas pakta dagang tersebut adalah rumitnya proses dan syarat yang harus dipenuhi eksportir dan importir yang ingin memanfaatkan tarif khusus dalam baik kerangka kerja sama perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) maupun kemitraan ekonomi komprehensif (comprehensive economic partnership agreement/CEPA).

Menurutnya, rendahnya tingkat penggunaan fasilitas pakta dagang bebas dan ekonomi komprehensif harus menjadi catatan bagi pengusaha dan pemerintah Indonesia. Pasalnya, fenomena itu akan memberikan pengaruh yang terbatas terhadap kinerja perdagangan Indonesia kendati pemerintah terus berusaha membuka kerja sama dengan mitra dagang baru.

Dia pun menyoroti rendahnya utilitas pakta dagang dan kerja sama ekonomi komprehensif yang terjadi dengan negara mitra dagang tradisional. Hal itu tercermin dari daftar kerja sama dagang dan ekonomi komprehensif yang telah dijalankan Indonesia selama ini, melalui kerangka Asean Free Trade Agreement (AFTA), Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA), Asean-India Free Trade Agreement (AIFTA), Asean-Korea Free Trade Agreement (AKFTA) dan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).

“Sekarang, Indonesia sedang gencar membuka kerja sama dengan negara nontradisional. Perkiraan saya, tingkat utilitasnya mungkin hanya berkisar 20%.”

Kendati potensi rasio utilitasnya rendah, sebutnya, pembukaan akses ke negara pasar baru tetap dibutuhkan, paling tidak untuk membantu agar kinerja ekspor Indonesia tidak terlalu bergantung ke negara tradisional.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper