Bisnis.com, JAKARTA – Ikatan Ahli Perencanaan mengatakan relokasi ibu kota butuh perencanaan yang visioner dan beranggapan kemauan politik pemerintah yang sudah disampaikan masih belum cukup.
Bernardus Djonoputro, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) menyatakan bahwa relokasi pusat pemerintahan adalah proses konsensus yang panjang. Relokasi pusat pemerintahan membutuhkan tiga aspek utama strategi perencanaan yang visioner, ahli profesi bersertifikat, dan teknokrat yang handal.
"Sebagai sebuah kegiatan perencanaan, relokasi pusat pemerintahan adalah hal yang jamak dilakukan oleh para perencana. Baik plan as you proceed maupun mendesain dari nol yang dibangun di atas lahan kosong, jadi perlu melakukan strategi yang matang," tuturnya dalam diskusi para ahli perencana, arsitek dan rancang kota Senin (20/5/2019).
Diskusi itu merupakan rencana aksi untuk memberikan masukan kepada pemerintah berkaitan dengan relokasi Ibukota Negara.
Bernandus menuturkan bahwa Indonesia masih belum memiliki kebijakan pengembangan kota yang visioner sekaligus komprehensif. Menurutnya, rencana relokasi harus memiliki elemen kerangka berpikir agar kota ini harus kondusif untuk bisa mendorong pengambilan kebijakan ekonomi, politik, sosio budaya dan kemananan dan ketahanan bangsa.
Motif dan tujuan rencana relokasi selalu sangat kompleks, dan perlu mempertimbangkan aspek kemampuan daya dukung dan kehandalan ibu kota baru tersebut dalam proses resolusi konflik baik etnis, agama, maupun persaingan antar daerah.
Baca Juga
Lebih dari itu, strategi implementasinya harus didesain dengan memperhitungkan ruang ekonomi, kesetaraan dan kompetisi, dituangkan dalam rencana kota yang mumpuni.
Maka tak heran, kalau diskursus relokasi pusat pemerintahan dan perencanaan kota baru di Indonesia miskin visi dan tanpa fondasi.
“Apabila pemerintah serius dalam melakukan relokasi, maka mulailah dengan menyusun rencana kota baru dengan kaidah dunia, menjalankan seluruh proses pembangunan konsensus, melibatkan desain dan teknologi mutakhir untuk mencapai kota yang efisien, vibrant sekaligus berketahanan.” ujarnya.
Usaha untuk mensintesiskan wacana filosofis, sejarah dan lingkungan, katanya, selalu dihadapkan pada ketiadaan data, serta debat berkepanjangan tentang manfaat ekonomi, dan jebakan imparatif politik praktis.
“Apa yang nampaknya saat ini sebagai keputusan pembangunan yang baik, bisa menjadi bencana kemanusiaan pada masa depan.”
Menurutnya, kepemimpinan sangat penting dalam proses perencanaan ini, namun melengkapinya dengan visi dan teknokrat perencana yang cakap merupakan faktor kesuksesan utama dalam proses panjang ini.