Bisnis.com, JAKARTA — Untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, terutama di sektor industri pengolahan, Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Upaya ini dijalankan untuk mendorong sektor manufaktur yang berperan penting dalam menopang perekonomian nasional.
Kerja sama tersebut tertuang dalam penandatanganan nota kesepahaman mengenai bantuan pengamanan, penegakan hukum, dan pemanfaatan sumber daya di bidang industri yang ditandatangani oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian.
Kerja sama ini juga merupakan tindak lanjut dari MoU sebelumnya tentang penyelengaraan pengamanan obyek vital nasional bidang industri yang telah habis masa berlakunya pada 28 Agustus 2018.
Airlangga mengatakan saat ini pemerintah sedang fokus menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional, salah satunya melalui peningkatan kinerja sektor manufaktur. Apalagi, industri pengolahan menjadi tulang punggung perekonomian di dalam negeri.
Merujuk data World Bank, kontribusi industri manufaktur terhadap perekonomian suatu negara rata-rata 17%. Namun, Indonesia menjadi salah satu di antara lima negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, yang sebesar 20,2%. Empat negara lainnya adalah China dengan kontribusi 28,8%, Korea Selatan sebesar 27%, Jepang sebesar 21%, dan Jerman sebesar 20,6%.
Oleh karena itu, kerja sama ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat terhadap Kemenperin dan Polri, tetapi juga bagi pelaku industri dan masyarakat Indonesia.
“Isi dari nota kesepahaman antara lain pertukaran informasi mengenai obyek-obyek industri yang masuk obyek vital nasional dan juga mengenai data-data implementasi dari Standar Nasional Indonesia untuk mengurangi dan menghindari kecurangan,” ujarnya di Jakarta, Senin (20/5/2019).
Sementara itu, Tito menyampaikan bahwa sektor industri pengolahan menjadi sektor primadona karena banyak efek domino yang dihasilkan, di antaranya investasi ada bisa membuka lapangan pekerjaan yang lebih besar. Menurutnya, perekonomian Indonesia tidak bisa tumbuh stabil di angka 5% hanya dengan mengandalkan APBN, sehingga harus undang investor, baik lokal maupun asing.
“Investasi ini membawa konsekuensi, prinsip kami ujungnya bagaimana [investasi] menguntungkan rakyat, tidak hanya satu pihak saja. Ini yang jadi pemikiran kami, kami buat sistem keamanan agar semua pihak menikmati,” jelasnya.
Dia menyebutkan beberapa upaya yang telah dilakukan pihaknya dalam mendukung industri pengolahan nasional antara lain melakukan komunikasi dengan masyarakat dalam mencegah konflik dengan investor, penegakkan hukum terhadap gangguan industri, serta memastikan industri tidak melanggar hukum, misalnya membuang limbah sembarangan dan mengimpor barang baku atau penolong secara ilegal.
“Kami akan bekerja maksimal untuk mengamankan industri, termasuk obyek vital di bidang industri, baik secara fisik atau penegarakan hukum. Prinsip kami ingin sektor industri bertumbuh dan kemudian investor merasa nyaman, kami juga ingin rakyat juga bahagia, serta pemerintah pun mendapatkan manfaat baik dari pajak, serapan tenaga kerja, dan devisa dari industri yang melakukan ekspor,” jelas Tito.
Adapun, hingga saat ini, terdapat 56 perusahaan industri yang tersebar di 76 lokasi dan 31 perusahaan kawasan industri yang tersebar di 22 lokasi, telah ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional Bidang Industri.