Bisnis.com, JAKARTA - Neraca perdagangan April 2019 yang mengalami defisit hingga US$2,5 miliar dipicu oleh neraca nonmigas.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekspor nonmigas April 2019 mencapai US$11,86 miliar, turun 8,68 persen dibandingkan Maret 2019. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas April 2018, yang turun 10,98 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan perlambatan perekonomian global, harga komoditas yang fluktuatif, perang dagang, dan faktor geopolitik sangat berpengaruh terhadap pergerakan ekspor.
Salah satu yang dominan mempengaruhi adalah perlambatan perekonomian yang dialami oleh sejumlah negara mitra dagang Indonesia seperti China dan Korea Selatan.
"Ketika negara tujuan ekspor kita melambat, suka tidak suka ekspor kita terpengaruh," ungkap Suhariyanto, Rabu (15/05/2019).
Kondisi ini semakin diperparah oleh fluktuasi harga komoditas andalan Indonesia seperti minyak sawit dan batu bara, serta perang dagang.
Menurut Suhariyanto, pemerintah sudah memiliki komitmen kuat untuk memperkuat ekspor dengan memberikan insentif agar produk ekspor dalam negeri bisa kompetitif dan bisa melakukan diversifikasi produk serta pasar.
"Tapi ini semua butuh waktu. Andai itu bisa dilakukan ketika negara tujuan ekspor sedang mengalami perlambatan itu juga butuh waktu," ujar Suhariyanto.
Di tengah kondisi ini, Suhariyanto melihat pengendalian impor barang-barang yang bisa disubstitusi bisa menjadi kunci utama.