Bisnis.com, JAKARTA – Informasi mengenai Hak Guna Usaha (HGU) memang dikecualikan untuk dapat diakses publik. Penutupan akses data HGU bertujuan melindungi kepentingan nasional dan mencegah penyalahgunaan dokumen.
“Kalau kita lihat aturan soal HGU itu memang termasuk yang dikecualikan. Jadi itu tidak bisa dibuka,” ujar Sadino, pakar hokum kehutanan dan lingkungan di Jakarta, Jumat (10/5).
Informasi yang dikecualikan itu, kata Sadino diatur dalam Pasal 187 dan Pasal 190 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 34 dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Menurutnya, selama ini banyak orang yang salah kaprah menterjemahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Seolah-olah publik bisa dengan bebas untuk mengetahui semua informasi yang ada di Republik Indonesia.
Padahal, kata dia, dalam Pasal 17 UU No 14/2008 terdapat beberapa informasi yang dikecualikan. Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 17 huruf (d) UU No 14/2008 yang menyatakan bahwa informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.
Masih dalam pasal yang sama huruf (e) menyatakan bahwa informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional.
Sadino juga menjelaskan bahwa HGU merupakan dokumen, sehingga soal HGU ini juga diatur dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Di mana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pelayan publik tidak boleh membuka dokumen.
“HGU itu kan dokumen, dokumen itu tunduk pada UU Kearsipan. HGU itu dikecualikan. Jadi kalau ada pihak yang mempersoalkan itu, suruh baca saja undang-undangnya. Semuanya sudah dijelaskan dalam UU yang mengatur soal itu,” tegasnya.
Sadino juga meminta pemerintah tidak perlu membuka data HGU perkebunan sawit seluruhnya karena rawan dijadikan alat kampanye hitam. Di sisi lain, negara juga wajib melindungi banyak kepentingan hukum lain terkait kerahasiaan pemerintah provinsi dan investasi.
Salah satunya agar kepercayaan kreditor terhadap dunia usaha tidak menurun karena selama ini HGU juga dijaminkan. “Jika semua data HGU dibuka, maka kepercayaan investor terhadap dunia usaha di Indonesia menjadi berkurang,” kata Sadino.
Menurut Sadino, sebenarnya data umum mengenai keterbukaan HGU sudah ada yang bisa diakses publik. “Data HGU tersebut berupa data luas lahan dan data lainnya yang bersifat agregat, bukan individual.”
Hanya saja, permintaan kelompok sipil untuk mengakses semua data HGU terkait semua dokumen termasuk file SHP dan peta koordinat sangat berlebihan. “Untuk kepentingan apa seluruh data itu harus bisa diakses. dalam industri sawit selama ini, ujung-ujungnya data ini hanya akan dipergunakan sebagai alat kampanye hitam,” katanya.
Sadino mengingatkan, pemerintah punya kewenangan untuk menolak membuka seluruh data HGU karena tata cara di undang-undang perkebunan sangat ketat untuk mendapatkan HGU.
Selain prosedur yang ketat, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan HGU sangat panjang. Biasanya dalam proses pembuatan HGU, semua persoalan menyangkut hak rakyat dan ulayat sudah diselesaikan terlebih dulu, sebelum HGU diterbitkan.
Anggota Komisi VI DPR Hamdani meminta agar pihak-pihak yang ngotot ingin membuka informasi soal HGU tidak memaksakan kehendaknya. Sebab, pemilik HGU itu juga dilindungi undang-undang.
“Jika undang-undang menyatakan bahwa HGU dikecualikan untuk diketahui publik ya itu harus dihormati,” katanya.
Apalagi, saat ini Indonesia sangat membutuhkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Kepentingan yang lebih besar ini, kata Hamdani, harus diutamakan terlebih dahulu.