Bisnis.com, JAKARTA — Bosnia Herzegovinia menyimpan potensi besar bagi para eksportir Indonesia. Negara ini bisa menjadi pintu masuk produk nasional ke pasar Uni Eropa dan Rusia. Namun, menggarap pasar Eropa lewat Balkan ternyata tidak mudah.
Hubungan bilateral Indonesia dan Bosnia Herzegovina yang telah terjalin sejak 27 tahun silam tidak serta merta membuat transaksi perdagangan keduanya tercipta dalam jumlah besar. Potensi menjadikan negara itu sebagai hub ekspor RI ke wilayah semenanjung Balkan pun masih belum digarap secara optimal.
Bagi Muhammad Fauzi Nasution, Presiden Direktur PT Sumatera Siberia Kompaniya, Bosnia Herzegovina bukan wilayah yang asing. Pasalnya, dia pernah bertugas sebagai dokter selama sekitar 7 bulan ketika perang pecah di negara itu. Setelah puluhan tahun, Fauzi kembali ke sana bukan untuk mengevakuasi korban perang. Kini, tujuannya untuk menggali potensi bisnis.
Dia mengikuti rangkaian business matching yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sarajevo, Bosnia Herzegovina pada 25 April 2019—27 April 2019. Kegiatan itu mengubah pandangannya tentang kondisi terkini negara berpenduduk sekitar 3,8 juta jiwa tersebut.
Awalnya, dia berpikir Bosnia Herzegovina masih dalam proses pemulihan. Andai ada peluang bisnis, masih sebatas tender-tender proyek untuk membangun kembali negara itu.
Baca Juga
Namun, pikiran Fauzi—yang memiliki spesialisasi untuk menyediakan komoditas seperti kopi, cokelat, dan gula merah—berubah ketika mendapat banyak permintaan dalam business matching. Salah satu pesanan telah diteken dalam bentuk nota kesepahaman yakni pembelian batok kelapa 0,2 juta—1 juta ton per tahun.
Bosnia Herzegovina dinilainya memiliki potensi besar menjadi hub ekspor produk Indonesia. Apalagi, negara itu memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Rusia, Uni Eropa, dan sejumlah negara Balkan. Kendati demikian, untuk menjadikan Bosnia Herzegovina sebagai hub ekspor bukanlah perkara mudah. Setidaknya, diperlukan kebijakan bebas visa bagi masyarakat Indonesia ke Bosnia.
Selanjutnya, Fauzi menilai perlu kemudahan impor bagi produk Indonesia atau sebaliknya. Payung berupa perjanjian dagang meski hanya terbatas untuk beberapa komoditas juga sangat diperlukan.
Bila menilik data Kementerian Perdagangan, total perdagangan RI-Bosnia Herzegovina pada 2018 hanya US$1,74 juta atau turun dari US$3,80 juta pada 2017. Kemendag mencatat selama 2014—2018, total perdagangan tertinggi antara Indonesia dan Bosnia Herzegovina senilai US$18,95 juta pada 2014.
Adapun, produk-produk yang diimpor Bosnia Herzegovina a.l. kertas, karton, dan pulp kertas, lemak minyak hewani dan nabati, kakao dan produk kakao, tembakau, kain tekstil, gula cokelat, buah segar, serta produk kayu dan palet kayu.
Direktur Indonesian Trade Promotion Center Budapest Addy Perdana Soemantry menyebut salah satu penyebab fluktuatifnya perdagangan RI-Bosnia Herzegovina adalah karakteristik pasar Eropa Tengah dan Timur yang sangat berorientasi harga. “Harga naik sedikit bisa memutuskan kontrak. Kami menangani Eropa Tengah dan Timur karakteristiknya seperti itu,” tuturnya.
Sejatinya, lanjut dia, terdapat beberapa produk Indonesia yang potensial di pasar Bosnia Herzegovina seperti palet kayu, minyak kelapa sawit dan produk turunannya, serta rempah-rempah seperti kayu manis dan vanili.
Di sisi lain, Direktur Eropa III Kementerian Luar Negeri Ardian Wicaksono menilai kendala lain dalam meningkatkan hubungan dagang dengan Bosnia Herzegovina adalah biaya transportasi dan tarif masuk yang mahal. Hambatan itu, menurutnya, bisa diatasi dengan opsi preferential trade agreement (PTA).
Meningkatkan perdagangan kedua negara memang menjadi salah satu misi Duta Besar Indonesia untuk Bosnia Herzegovina Amelia Achmad Yani. Menurutnya, permintaan kayu manis dari Bosnia tumbuh dari 15 ton per tahun seharusnya naik menjadi 20 ton per tahun. Dalam 5 tahun ke depan, makin banyak komoditas RI yang masuk ke Bosnia Herzegovina seperti kerupuk udang dan tuna.
“Kami cuma membuka jalan, total perdagangan 2019 harus naik. Kami targetkan total perdagangan US$20 juta dalam 5 tahun,” ujarnya.
Berbagai upaya dilakukan KBRI di Sarajevo untuk mengenalkan potensi Indonesia. Selain lewat business matching, Amelia telah membawa para pelaku usaha Bosnia Herzegovina untuk menghadiri Trade Expo Indonesia 2018.
Di tengah upaya Indonesia mengembangkan tujuan ekspor ke pasar nontradisional, Bosnia Herzegovina diyakini sejumlah pihak menjadi pasar potensial. Jangan sampai, nantinya pasar tersebut justru malah lebih dulu digarap oleh negara tetangga yang sudah lebih serius mengendus peluang dari negara dengan di semenanjung Balkan tersebut.