Bisnis.com, JAKARTA—Capaian program sejuta rumah di awal 2019 ini kurang menggembirakan dan terasa lambat. Hal ini akibat pengembang masih menunggu keluarnya keputusan batas harga rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau rumah subsidi.
Berdasarkan data capaian Program Satu Juta Rumah Tahun 2019, yang dihimpun Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat sebanyak 288.000 unit rumah telah dibangun hingga Senin, 22 April 2019.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan pembangunan perumahan saat ini telah melambat dan tidak sesuai target. Pasalnya, para pengembang masih menunggu keluarnya keputusan harga rumah Masyarakat Berpenghasilan Rumah (MBR) yang saat ini masih dirapatkan.
"Seharusnya target kami bulan ini sudah mencapai 350.000 unit yang sudah terbangun, namun para pengembang kini banyak yang menahan karena menunggu peraturan harga rumah MBR terbaru yang masih belum keluar," tuturnya pada Bisnis Selasa (23/4/2019).
Selain itu, Khalawi menjelaskan bahwa PUPR masih belum mendata para pengembang yang membangun rumah dengan harga MBR dan tidak mengajukan KPR kepada pemerintah, tetapi juga mengajukan kemudahan kemudahan lain. Dengan pendataan tersebut nantinya diharapkan dapat mencapai target di akhir tahun.
"Harapannya di akhir tahun dapat mencapai target karena sudah banyak program-program untuk mengejar target tersebut, ada Tapera, kebijakan rumah ASN/Polri, dan micro finance serta lain sebagainya," tuturnya.
Baca Juga
Seperti diketahui, untuk rumah bersubsidi yang mendapat fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), pengembang harus mampu menjual unit perumahannya sesuai dengan batas harga rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ditetapkan pemerintah yang besarannya disesuaikan dengan wilayahnya.
Tahun ini harga tersebut direvisi dan seharusnya di awal tahun sudah keluar, tetapi batas harga yang ditunggu-tunggu itu hingga kini belum keluar, yang kabarnya karena belum mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan.
Khalawi mengatakan pihaknya akan terus mendorong serta menggerakkan seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan seperti pemerintah daerah, kementerian / lembaga, perbankan, asosiasi pengembang, pihak swasta dan masyarakat dalam proses pembangunan rumah untuk mengurangi backlog (kekurangan kebutuhan) perumahan.
Hal ini dikarenakan pemerintah hanya mampu menyediakan hunian bagi masyarakat melalui dana APBN hanya sekitar 20 persen.
Sekitar 30 persen pembangunan rumah berasal dari bantuan pembiayaan perumahan bersubsidi yakni kredit pemilikan rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sisanya 50 persen adalah rumah yang dibangun oleh masyarakat secara swadaya dan pengembang perumahan secara formal.
Kementerian PUPR juga telah melaksanakan kerja sama PKO dengan 25 bank untuk menyalurkan KPR FLPP. Dengan demikian, masyarakat yang ingin memiliki rumah bersubsidi dengan harga murah dan terjangkau bisa mengajukan KPR FLPP melalui bank tersebut.