Bisnis.com, GARUT – Pengelola kawasan kesatuan pengelolaan hutan konservasi Guntur Papandayan mengharapkan tidak ada lagi penambahan pembangkit geothermal di kawasan cagar alam tersebut.
Kepala kawasan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK) Guntur Papandayan I Gede Gelgel Darma Putra mengatakan Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yakni SK.25/Menlhk/Setjen/Pla.2/1/2018 tentang perubahan Cagar Alam (CA) menjadi Taman Wisata Alam (TWA) hingga saat ini masih menuai protes sejumlah warga an aktivitis.
Mereka menyayangkan penurunan status 20 persen kawasan cagar alam alam Guntur Papandayaan menjadi taman wisata alam akan merusak ekosistem kawasan tersebut.
Dia menjelaskan, SK tersebut diturunkan oleh pemerintah lantaran, sejak 1974, kawasan itu telah terdapat pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi (PJLB). Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan aliran air dalam kawasan untuk mendukung aktivitas sehari-hari.
Menurutnya, atas dasar itu pula, pemerintah menurunkan 20 persen wilayah cagar alam menjadi taman wisata alam. Hanya saja, dia mengharapkan, tidak akan ada lagi wilayah kawasan yang statsunya diturunkan ataupun pengembangan pembangkit geothermal tamabahn di kawasan itu.
“Kita malah sebagai orang kehutanan sudah lah [membangun pembangkit] geothermal di kawasan ini, kita lebih fokus melindungi kawasan karena ketika kawasan dibuka ekosistem menjadi tergradasi dan membuat satwa seperti Owa Jawa sulit berpindah,” katanya, Minggu (21/4/2019) malam.
Baca Juga
Menurutnya, hanya sekitar 5 persen sampai 10 persen geothermal dari keseluruhan potensi yang dimanfaatkan oleh dua operator yakni PT Pertamina Geothermal Energy dan Star Energy Geothermal Drajat. Pembangunan sumur geothermal terakhir kali dilakukan pada 2008, dan hingga saat ini belum ada rencana perluasan ataupun pembangunan pembangkit baru yang dilakukan.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy dengan kapasitas 235 MW dan PLTP Darajat dikelola Star Energy Geothermal Drajat dengan kapasitas 270 MW.
Diakuinya, potensi geothermal yang besar dengan fungsi kawasan cagar alam memang merupakan dilema dalam mendukung kebutuhan listrik nasional. Dia pun mengharapkan tidak ada penambahan kawasan yang saat ini sudah terlanjur dimanfaatkan sebagai pembangkit.
“Memang akan sangat banyak efeknya, seperti satwa dan ekosistem yang terganggu, susah menghitungnya yang jelas pasti akan sangat terganggu,” katanya.