Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan bahwa 200 hektare hutan mangrove atau hutan bakau di desa Aeramo, kecamatan Aesesa, kabupaten Nagekeo, NTT, yang rusak dan terancam punah akibat alih fungsi lahan menjadi tambak ikan bandeng oleh pemerintah kabupaten (pemkab) Nagekeo merupakan areal penggunaan lain (APL).
Ida Bagus Putera Prathama, Direktur Jenderal Pengendaliaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) KLHK, mengatakan bahwa terkait hal tersebut pihaknya akan mengirim utusan dari Balai PDASHL setempat untuk membahasnya dengan pihak Pemkab.
"Itu ternyata bukan kawasan [hutan mangrove KLHK]. Tapi tetap kami minta Balai [PDASHL setempat bahas dengan Pemerintah Daerah," tutur Putera kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Putera mengatakan bahwa utusan Balai tersebut dimintanya untuk menyampaikan kepada Pemkab agar menghentikan konversi magrove di daeranya. "Menyarankan ke Pemda agar hentikan konversi mangrove," lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nagekeo, Marsel Mudha ketika dihubungi dari Kupang mengakui selama ini kajian lingkungan untuk pembangunan tidak berjalan sehingga berdampak pada kerusakan ekosistem mangrove. “Secara aturan seharusnya tidak boleh ada pembangunan pada 100 meter dari pasang tertinggi air laut,” katanya.
Dia mengaku pihaknya sudah pernah meminta izin ke dinas perikanan untuk melakukan kajian lingkungan di lokasi itu pascapembukaan lahan tambak ikan itu.
Namun, pihaknya belum pernah mendapatkan permohonan izin tentang kajian lingkungan untuk pembangunan tambak dari dinas perikanan . “Seharusnya ada kajian lingkungan ketika ada pembangunan tambak ikan di daerah pesisir,” ujar Marsel.