Bisnis.com, JAKARTA – Larangan terbang (grounding) pesawat Boeing 737 Max dinilai bakal mulai mempengaruhi sejumlah indikator ekonomi utama Amerika Serikat (AS), seperti dalam hal perdagangan internasional maupun barang-barang tahan lama (durable goods).
Menurut JPMorgan Chase & Co., untuk saat ini, masalah-masalah yang mempengaruhi pesawat besutan Boeing Co. tersebut mungkin tidak akan memberi dampak jangka pendek pada produk domestik bruto (PDB) AS karena berlanjutnya produksi.
“Namun, masalah itu akan mempengaruhi komposisi PDB, dengan pertumbuhan inventaris yang lebih banyak serta dorongan yang lebih sedikit untuk investasi bisnis dan ekspor bruto,” terang Kepala Ekonom untuk AS di JPMorgan Michael Feroli, dalam risetnya, seperti dilansir Bloomberg.
Boeing, papar Feroli, masih terus memproduksi pesawat tersebut. Sebagian besar dari produksinya atau pun seluruh penghabisan produknya itu masuk ke dalam inventaris sambil menunggu selesainya penyelidikan.
“Ini berarti sebagian besar [komposisi] PDB seharusnya tidak terpengaruh untuk saat ini, karena ekspor dan investasi bisnis yang lebih lemah akan diimbangi oleh lebih banyak stockbuilding,” lanjutnya.
Namun, Feroli memperingatkan bahwa segala hal dapat berubah jika produksi pesawat jet itu dihentikan untuk sementara waktu.
Keadaan itu akan memangkas sekitar 0,15% dari tingkat PDB, atau sekitar 0,6 poin persentase dari tingkat pertumbuhan tahunan PDB triwulanan dalam periode tiga bulan terhentinya produksi tersebut.
Memperlambat Produksi
Pada Kamis (21/3/2019), Boeing mengungkapkan akan memperlambat produksi pesawat jet 737 selama tiga hari pekan depan, meskipun aktivitas di lini perakitan di wilayah Seattle tidak akan berhenti demi membantu memulihkan diri dari dampak badai musim dingin dan keterlambatan pemasok.
“Boeing telah meningkatkan jumlah produksi 737 menjadi 52 per bulan dan mengirimkan 173 buah pada kuartal keempat,” ujar CEO Boeing Dennis Muilenburg pada Januari.
Pada saat itu, perusahaan memperkirakan versi Max akan berkontribusi sekitar 90% dari total pesawat 737 sepanjang tahun 2019. Jet 737 telah menjadi model terlaris dalam industri penerbangan dan kontributor utama untuk pendapatan Boeing.
Pekan lalu, perusahaan layanan finansial Wells Fargo & Co. mengatakan bahwa larangan terbang dan penghentian pengiriman versi Max mungkin memiliki implikasi untuk pesanan barang-barang tahan lama dan belanja peralatan AS.
“Pesanan pesawat terbang, yang sangat fluktuatif dari bulan ke bulan, menyumbang hampir sepersepuluh dari total pesanan barang tahan lama selama setahun terakhir,” papar ekonom senior Wells Fargo & Co., Tim Quinlan dan Sarah House, dalam risetnya.
Sementara itu, pesawat 737 Max menyumbang 37% dari total nilai pengiriman pesawat komersial Boeing dalam dua bulan pertama tahun ini, menurut Wells Fargo.
“Jika beberapa pesanan [versi Max] dibatalkan, Departemen Perdagangan [AS] akan mengurangkannya dari data pokok pada bulan dimana pesanan-pesanan itu masuk untuk laporan barang tahan lama,” tulis para ekonom.
Seperti diketahui, kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan ET 302 yang dioperasikan Ethiopian Airlines pada 10 Maret 2019 di Ethiopia telah mendorong otoritas penerbangan Amerika Serikat (AS) Federal Aviation Administration (FAA) dan regulator lain menghentikan operasional pesawat tersebut.
Kecelakaan itu terjadi hanya berselang sekitar lima bulan setelah pesawat Lion Air dengan tipe sama jatuh di perairan Laut Jawa pada 29 Oktober 2018.