Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Komisi Eropa yang menyatakan budi daya kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan perlu dijadikan momentum percepatan pembangunan industri bahan bakar berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor mengatakan percepatan pembangunan industri bahan bakar berbasis CPO akan menguntungkan perekonomian nasional karena bisa menghemat devisa dari berkurangnya impor solar. Selain itu, bahan bahan bakar tersebut lebih ramah lingkungan.
"Keputusan Eropa ini menjadi perhatian penting bagi Pemerinth Indonesia untuk bersikap dan mempercepat pembangun industri olein atau green energy berbasis CPO untuk menggantikan impor solar," katanya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2019).
Terkait kepusan Komisi Eropa tersebut, Tumanggor menilai hal tersebut dilakukan hanya untuk melindungi produk minyak nabati Benua Biru tersebut yag berasal dari jagung, kedelai, atau bunga matahari. Menurutnya, produk nabati tersebut kalah bersaing dengan minyak nabati dari sawit.
"Alasan sawit perusak hutan sama sekali tidak relevan. Kita sudah moratorium penanaman sawit dalam beberapa tahun, bahkan izin pelepasan kawasan hutan untuk sawit sudah dihentikan," tuturnya.
Seperti diberitakan bisnis.com sebelumnya, Komisi Eropa menerbitkan kriterianya pada Rabu (13/3/2019) untuk menentukan tanaman apa yang menyebabkan kerusakan lingkungan sebagai bagian dari undang-undang Uni Eropa baru untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan menjadi 32% pada 2030 dan menentukan apa saja sumber energi terbarukan yang sesuai.
Penggunaan bahan baku biofuel yang lebih berbahaya akan ditutup secara bertahap pada 2019 hingga 2023 dan dikurangi menjadi nol pada 2030.