Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONSERVASI SATWA : Harapan dari Jantung Kalimantan

Akhir November 2018 lalu, seekor Badak Sumatra atau Dicerorhinus sumatrensis berjenis kelamin betina berhasil diselamatkan di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Badak tersebut ternyata masuk ke lubang jebakan dekat anak sungai Tunuq.
Seekor anak beruang madu Sumatra (Helarctos malayanus) berusia empat bulan hasil sitaan berada di kandang rehabilitasi satwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di Aceh Besar, Aceh, Jumat (28/12/2018)./ANTARA-Irwansyah Putra
Seekor anak beruang madu Sumatra (Helarctos malayanus) berusia empat bulan hasil sitaan berada di kandang rehabilitasi satwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di Aceh Besar, Aceh, Jumat (28/12/2018)./ANTARA-Irwansyah Putra

Bisnis.com, JAKARTA - Akhir November 2018 lalu, seekor Badak Sumatra atau Dicerorhinus sumatrensis berjenis kelamin betina berhasil diselamatkan di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Badak tersebut ternyata masuk ke lubang jebakan dekat anak sungai Tunuq.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur pun segera melakukan evakuasi Badak bernama Pahu itu dari lokasi penangkapan ke Suaka Rhino Sumatra (SRS) Hutan Lindung Kalian Lestari. Badak Sumatra adalah jenis satwa langka yang masuk kategori critically endangered atau mulai langka.

Berdasarkan data Population and Habitat Viability Analysis (PHVA) 2016, populasi satwa ini diperkirakan kurang dari 100 ekor di hutan alam Kalimantan. Terancamnya badak diduga karena habitatnya di Kutai Barat terdesak oleh konsesi tambang dan terisolasi sehingga satwa ini tidak mungkin melakukan reproduksi.

Kalimantan memang masih menjadi harapan satu-satunya bagi pengembangbiakan satwa dilindungi. Harapan itu masih ada di 23 juta hektare kawasan hutan konservasi di Kalimantan yang terhubung dengan negara lain.

Kawasan ini pun menghadirkan sebuah inisiatif dari tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam yang disebut sebagai Heart of Borneo (HoB) atau Jantung Kalimantan pada 12 Februari 2007 lalu. Adapun 71% dari kawasan ini didominasi oleh hutan hujan tropis Indonesia.

Tercatat ada 3 provinsi yang masuk di dalam cakupan Heart of Borneo dengan 10 kabupaten Indonesia. Kawasan ini juga memainkan peran krusial untuk konektivitas ekosistem dan membangun ketahanan terhadap perubahan iklim. Apalagi, kawasan ini memiliki lebih dari 500 spesies flora dan fauna.

Meskipun begitu, pemerintah Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan dalam upaya mewujudkan kawasan konservasi yang bisa mengakomodasi kebutuhan mahkluk hidup serta kebutuhan masyarakat setempat.

Pertama, ada 3 provinsi yang berada dalam kawasan Jantung Kalimantan yang masih membutuhkan kepastian perencanaan tata ruang. Kedua, diperlukan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan untuk menjamin geliat ekonomi bagi masyarakat setempat. Ketiga, masih ada ancaman deforestasi ilegal, kebakaran hutan, hingga kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal.

Menurut Direktur Tata Ruang, Ditjen Perencanaan Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Aria Indra Purnama menyatakan pemerintah sedang mengupayakan Peraturan Presiden tentang Tata Ruang Dalam Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Dalam Kawasan Jantung Kalimantan.

Perpres itu bisa menjadi landasan hukum perlindungan atas sejumlah permasalahan di kawasan konservasi. Aria mengaku ada sejumlah sektor yang akan sangat beririsan dalam perumusan Perpres tersebut. Dia menyebut, ada soal ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi, yang terakhir pertahanan dan keamanan.

 “Kawasan Strategis Nasional Jantung Kalimantan atau disebut sebagai Kawasan Jantung Kalimantan telah masuk pada tahap ke-6 pada proses legislasi,” ujar Aria di Bakoel Koffie, Cikini, Rabu (5/12/2018).

Ada pun penetapan Perpres itu masih menanti tandatangan dari 6 kementerian terkait yakni; Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Perhubungan.

Aria menyebut tidak terlalu banyak masalah didapatkan dari pemerintah pusat. Sebaliknya, kendala yang ada saat ini adalah data sinkronisasi tata ruang dari pemerintah daerah. Selain itu, proses penataan ruang menjadi sulit karena tumpang tindihnya aturan yang sudah berlaku lintas sektor.

Kerap kali, aturan yang dikeluarkan dari satu instansi atau pemerintah daerah sangat kontradiktif antara satu dengan yang lainnya sehingga membutuhkan waktu ekstra untuk harmonisasi.

Selain itu Aria mencatat perlu ada perumusan lebih lanjut terkait konsep pemberdayaan ekonomi. Ada pun misi yang tepat untuk pembangunan di wilayah konservasi adalah ekonomi inklusif, yang melibatkan masyarakat adat. Pembangunan juga harus dipastikan lebih efisien dan ada mekanisme pengendalian limbah.

Selain soal pengembangan eco-tourism, Aria menyebut perlunya pemberian insentif bagi 10 kabupaten konservasi. Calon penerima insentif itu misalnya Kabupaten Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu di Provinsi Kalimantan Barat. Lalu Kabupaten Katingan, Gunung Mas, Barito Utara, dan Murung Raya di Provinsi Kalimantan Tengah. Terakhir, Kabupaten Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat di Provinsi Kalimantan Timur.

SAWIT

Heart of Borneo Leader Iwan Wibisono menyatakan ada beberapa opsi yang tersedia untuk pemberdayaan ekonomi berkelanjutan di kawasan Heart of Borneo, salah satunya dengan perkebunan.

Komoditas yang dianggap cukup ideal, kata Iwan, adalah perkebunan sawit yang berkelanjutan di kawasan Jantung Kalimantan. Bisa juga mengembangkan perkebunan untuk komoditas lain misalnya karet atau kopi dengan prasyarat karakter lahan setempat subur dan ideal dengan tanaman tersebut.

 “Jadi bukan soal konservasi itu lebih penting, tetapi pembangunan stop. Atau pembangunan saja tetapi konservasi tidak dilindungi, itu juga tidak tepat,” terang Iwan.

Dia juga mencatat salah satu upaya untuk bisa mempercepat harmonisasi tata ruang dan rampungnya Perpres Tata Ruang Kawasan Jantung Kalimantan adalah dengan pemberian dana insentif daerah (DID) bagi 10 kabupaten yang masuk dalam HoB. Sehingga, setiap pemerintah daerah memiliki inisiatif dan terpacu untuk merumuskan pembangunan berkelanjutan serta menjaga kawasan hutannya.

Oleh sebab itu, Iwan menegaskan kerjasama antar tiga negara ini menjadi sangat penting, untuk memastikan penjagaan atas Jantung Kalimantan bisa berjalan optimal.

“Misalnya saja Gajah Kalimantan atau satwa lain, mereka melintas tidak hanya di Indonesia, tetapi bisa juga ke Malaysia. Kita harus bekerjasama untuk memastikan tidak ada lagi konflik manusia dengan gajah seperti di Sumatra. Kami tak mau hal-hal seperti itu terjadi di Kalimantan,” ujar Iwan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper