Bisnis.com, JAKARTA — Masih besarnya hambatan dari dalam negeri, membuat ekspor produk mebel dan furnitur diperkirakan tumbuh moderat pada tahun ini.
Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, pada tahun ini ekspor mebel dan furnitur diperkirakan mencapai 5%—6% secara year-on-year (yoy).
Hal itu menurutnya, disebabkan oleh masih adanya ketentuan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk hilir. Kondisi tersebut, lanjutnya, membuat para eksportir kesulitan untuk mengirim barangnya ke luar negeri.
“Dari sisi pembeli di luar negeri, tidak ada gangguan yang berarti. Gangguannya justru dari dalam negeri. Tahun lalu kami targetkan ekspor tumbuh 9% dengan harapan ketentuan SVLK dihapus untuk sektor hilir. Tapi hingga akhir tahun ketentuan itu masih ada, sehingga ekspornya tumbuh terbatas,” jelasnya, Minggu (3/3/2019).
Dia mengklaim, konsumen di luar negeri tidak terlalu membutuhkan dokumen SVLK khusus untuk produk hilir seperti mebel dan furnitur. Menurutnya, dokumen itu cukup dipenuhi dari kayu yang menjadi bahan baku mebel dan furnitur.
Abdul memperkirakan, apabila ketentuan SVLK untuk produk hilir dihapus pada tahun ini, nilai ekspor mebel dan furnitur dapat melonjak hingga 10% secara yoy.
Baca Juga
“Bahkan nanti pada 2024, kalau ketentuan SVLK dihapus untuk produk hilir. Kami yakin nilai ekspornya bisa naik paling tidak US$4 miliar, atau dua kali lipat dari tahun lalu,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 lalu, nilai ekspor industri furnitur Indonesia mencapai US$,16 miliar, tumbuh 5,04% dari tahun sebelumnya. Adapun, ekspor furnitur dari kayu tercatat tumbuh 3,68% menjadi US$1,34 miliar, sementara furnitur dari rotan atau bambu naik 2,67% menjadi US$115 juta.