Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution tengah meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk merevisi sejumlah keputusan yang ada di PMK Nomor 152/PMK.05/2018.
PMK tersebut berisi tentang Perubahan atas PMK Nomor 81/PMK.05/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan.
Revisi diperlukan untuk menghindari pengenaan pungutan ekspor yang cenderung berubah-ubah alias inkonsisten karena pada PMK itu, pengenaan pungutan ekspor CPO masih mengikuti besaran harga referensi yang dikeluarkan Kemendag setiap bulannya.
Sementara, Komite Pengarah BPDPKS telah memutuskan untuk menggunakan mekanisme baru dalam menentukan pengenaan pungutan ekspor CPO per Maret tahun ini, yakni akan dilihat dalam waktu periode dua atau tiga bulanan, bukan sebulan sekali seperti saat ini demi kepastian bagi pelaku usaha.
"Jadi nanti dilihat selama dua tiga bulanan. Misalkan harga terlihat naik terus, konsisten, maka dua bulan sudah cukup untuk memutuskan bisa dikenakan pungutan. Tapi kalau pergerakan harganya naik turun yang terlalu sering, maka diperlukan waktu tiga bulan untuk melihatnya," ujarnya, Kamis (28/2) malam.
Dengan demikian, lanjut dia, sebenarnya harga referensi yang selama ini berlaku sebulan sekali, maka akan bisa berlaku dua atau tiga bulan sekali.
Baca Juga
Selain itu, lanjut Darmin, revisi PMK juga akan dilakukan terkait adanya kemungkinan menaikkan batas bawah (threshold) dari harga referensi yang dapat dikenakan pungutan ekspor CPO tersebut saat ini.
Namun, pihaknya masih enggan meyebutkan kira-kira berapa angka ambang batas baru yang telah disepakati pemerintah dan pengusaha.
"Kita terbitkan dulu saja nanti PMK-nya. Soal tarif batas bawah ekspor ini, kami masih perlu bicarakan lagi dengan Ibu Menkeu Sri Mulyani," ujarnya.
Menurut Darmin bahwa revisi PMK No.152/2018 tersebut memang belum resmi keluar. Namun, ketika nanti sudah jadi, beleid itu akan langsung berlaku mulai 1 Maret 2019.
Seperti diketahui sebelumnya bahwa pemerintah memutuskan untuk menunda pengenaan pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) beserta turunannya, lantaran belum adanya konsistensi harga yang tepat yang bisa merefleksikan harga sebenarnya untuk dikenakan pungutan.
Meskipun, harga refrensi yang dilansir Kementerian Perdagangan dinilai telah melampaui batas ketentuan untuk dapat dikenakan pungutan ekspor CPO.