Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menyebut , ekspor CPO saat ini menghadapi tantangan di Eropa maupun India, sehingga kebijakan pemerintah untuk implementasi B100 pun diharapkan bisa membuat CPO terserap secara optimal.
Sebagai informasi tantangan di Uni Eropa sebagai dampak kebijakan Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II/RED II) beserta aturan teknisnya (delegated act). Uni Eropa akan menerbitkan delegated act yang isinya menetapkan kriteria yang dikenal sebagai konsep ILUC (indirect land use change/perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung).Kelapa sawit ikut ditetapkan sebagai tanaman pangan berisiko tinggi terhadap ILUC.
Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor mengatakan saat ini kebutuhan CPO domestik baru mencapai 18 juta ton. Menurutnya, angka itu relatif kecil jika dibandingkan dengan produksi CPO nasional sebesar 46 juta ton per tahun. Sisanya, digunakan untuk kepentingan pasar ekspor. Di sisi lain, dia memperkirakan produksi CPO Indonesia dalam tiga tahun lagi bisa mencapai 60 juta ton.
Kebijakan B100, dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan penyerapan CPO di dalam negeri untuk substitusi ekspor dan menaikkan harga CPO. Kebijakan tersebut pun diharapkan dapat menyerap produksi CPO sekitar 32 juta ton.
Kebijakan B100 adalah penggunaan 100% minyak sawit sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Saat ini pemerintah telah menerapkan kebijakan B20, yang berarti 20% minyak sawit sebagai campuran bahab bakar minyak.
“Jangankan B100, misalnya B30 saja, akan ada penggunaan peningkatan dalam negeri sebesar 3 juta ton. Kami mengapresiasi kebijakan pemerintah karena akan menaikkan sedikit harga CPO. Karena ini kan masalah demand and suplai,”katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Baca Juga
Sementara itu, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan pemerintah telah menjalankan kewajiban mandatori B20. Penyaluran fame untuk B20 sudah mencapai 98% dan tahun ini dialokasikan sebesar 6,2 juta kiloliter.
Tahun ini. lanjut Feby akan dimulai tes jalan untuk B30 dan diharapkan tahun depan implementasi B30 bisa dimulai.
Feby juga menjelaskan pada saat yang bersamaan, Pertamina telah mulai mengembangkan green fuel yang terbagi dalam 2 program, yakni co-processing di kilang-kilang eksiting. Pertamina telah memulainya di Kilang Plaju untuk menghasilkan gasoline dengan menginjeksikan CPO dan sudah berhasil hingga campuran CPO 7,5%. Rencananya akan diuji coba lagi hingga 20%.
Selanjutnya, pada Maret nanti akan diuji di Kilang Dumai untuk menghasilkan green diesel (solar) dan di Cilacap/Balongan untuk menghasilkan green avtur. Sedangkan program lainnya, kata Feby adalah membangun kilang stand alone yang bahan bakunya 100% bahan baku nabati.