Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata mengakui adanya kemerosotan okupansi atau tingkat penghunian kamar (TPK) perhotelan sebesar 20% hingga 30% akibat tiket pesawat yang mahal dan bagasi berbayar.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan dampak dari tiket pesawat dan bagasi berbayar sangat berdampak di sektor perhotelan. Hal itu terbukti adanya penurunan okupansi di Lombok yang tinggal 30%.
"Riau, Batam, dan hampir seluruh Indonesia terkena dampaknya. Paling kena wisnus kalau wisman tak terdampak langsung. Okupansi yang tadinya 60% jadi hanya 30% hingga 40%. Dampaknya langsung memang dan kemungkinan akan kembali normal (okupansinya)," ujarnya di sela-sela Rakernas PHRI 2019, Senin (11/2/2019).
Saat ini untuk mengurangi dampak dari tiket pesawat, Kemenpar telah melakukan dialog secara formal dan informal untuk membahas tiket pesawat ini.
Kenaikan tiket pesawat ini tak hanya merugikan sektor pariwisata saja tetapi juga maskapai itu sendiri dan UMKM.
"Kalau mau melakukan kenaikan tarif, jangan dilakukan secara besar dan mendadak karena impactnya relatif tak bagus apalagi kenaikan," katanya.
Kendati demikian, Kemenpar meyakini okupansi hotel sepanjang tahun ini akan berada dikisaran 55% atau tetap seperti tahun lalu. Hal itu dikarenakan adanya kenaikan jumlah hotel di Tanah Air.
"Okupansi 2018 hotel bintang 55%, non bintang 50%. Berbeda-beda. Di Bali dan Batam bagus okupansinya saat weekend. Di Jakarta sebaliknya, weekend sepi. Kami lakukan program peningkatan seperti hot deals agar memberikan diskon besar-besaran di hari yang sepi. Batam sekarang weekdays itu penuh. Kami akan buat Jakarta, weekend ramai," terang Menpar.