Bisnis.com, WASHINGTON – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai bila pemerintah Amerika Serikat memperpanjang fasilitas kemudahan Generalized System of Preferences (GSP) untuk Indonesia, hal itu justru akan menguntungkanh AS.
"Kita beranggapan fasilitas GSP bermanfaat untuk kedua negara (RI dan AS)," kata Enggartiasto Lukita di Washington DC, Amerika Serikat, Senin (14/1/2019) waktu setempat atau Selasa (15/1/2019) WIB, seperti dilaporkan Antara.
Terkait dengan evaluasi yang dilakukan AS terhadap RI terkait apakah status GSP untuk Indonesia akan diperpanjang, Mendag mengemukakan pihaknya telah melakukan proses yang dilakukan secara internal dalam rangka menyesuaikan harapan perubahan yang telah dicetuskan oleh Amerika.
Selain itu, ujar dia, pihak Kemendag juga telah bersinergi dengan sejumlah pihak seperti duta besar dan perwakilan pengusaha RI di AS agar GSP yang dimiliki Indonesia bisa diperpanjang.
Enggartiasto mengingatkan bahwa pihaknya telah diundang oleh Kantor Perwakilan Perdagangan AS atau United States Trade Representative (USTR) untuk bisa membahas mengenai progres yang telah dlakukan Indonesia.
Sebagaimana diketahui, GSP merupakan program pemerintah AS dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, yaitu dengan membebaskan bea masuk ribuan produk negara-negara itu, termasuk Indonesia, ke dalam negeri Paman Sam tersebut.Sebanyak 3.546 produk Indonesia diberikan fasilitas GSP berupa eliminasi tarif hingga 0 persen.
Dalam tujuh bulan terakhir, Pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan AS agar status Indonesia dapat tetap dipertahankan di bawah skema GSP.
Hal tersebut karena program ini dinilai memberi manfaat baik kepada eksportir Indonesia maupun importir AS yang mendapat pasokan produk yang dibutuhkan. Pada Oktober 2017, Pemerintah AS melalui USTR mengeluarkan Peninjauan Kembali Penerapan GSP Negara (CPR) terhadap 25 negara penerima GSP, dan Indonesia termasuk di dalamnya.
Sementara itu pada 13 April 2018, USTR secara eksplisit menyebutkan akan melakukan peninjauan pemberian GSP kepada Indonesia, India, dan Kazakhstan. Bila Indonesia tidak lagi menjadi negara penerima GSP, maka produk Indonesia yang saat ini menerima GSP, ke depannya akan dikenakan bea masuk normal bila diekspor ke AS.
Sementara itu, Dubes RI untuk AS Budi Bowoleksono menyatakan kunjungan Mendag ke AS pada saat ini membawa dua isu penting, yaitu mengenai peningkatan neraca perdagangan RI-AS, serta tentang GSP.
Menurut Budi, sebetulnya isu yang dibahas terkait dengan perpanjangan GSP untuk Indonesia kebanyakan adalah isu-isu lama yang kerap berulang.