Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penghematan Cadangan Devisa dari B20 Dinilai Belum Optimal

Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai bahwa nilai penghematan devisa dari program B20 masih di bawah target dan semestinya bisa lebih besar dari US$1,6 miliar apabila keseluruhan program B20 tersebut berjalan maksimal.
Ilustrasi bahan bakar Biodiesel B20/Reuters-Mike Blake
Ilustrasi bahan bakar Biodiesel B20/Reuters-Mike Blake

Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai bahwa nilai penghematan devisa dari program B20 masih di bawah target dan semestinya bisa lebih besar dari US$1,6 miliar apabila keseluruhan program B20 tersebut berjalan maksimal.

"Kalau lihat dari realisasi penyaluran FAME yang untuk sektor non-PSO berarti masih belum sesuai target. Cuma 52,3%. Karena implementasi B20 ini kan ditujukan lebih besar ke non-PSO. Artinya masih dibawah target," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (13/1/2019).

Bhima menilai masih terdapat banyak upaya yang bisa dilakukan pemerintah ke depan untuk mendongkrak realisasi penyerapan FAME untuk progam B20 tersebut melalui dua sisi pendekatan baik supply maupun demand.

"Produsen FAME-nya diperbanyak untuk jaga pasokan. Insentif harus menarik dan investasi asing ditarik untuk masuk ke sektor pengolahan FAME. Dari sisi permintaan pemerintah bisa mendorong IPP atau rekanan PLN mulai memakai campuran biosolar untk PLTD," ujarnya.

Menurutnya, hal itu bisa dilakukan lantaran teknologi untuk itu sudah ada, "Teknologi sudah ada tinggal didorong implementasinya," ujarnya.

Sementara itu, untuk user non-PSO lain, misalnya alat berat dan kendaraan tambang, lanjut Bhima, perlu kerjasama dengan produsen sehingga semua alat berat yang baru, ada mandatory mesinnya wajib ready menggunakan B20.

"Khususnya alat berat yang impor bisa dimasukkan dalam persyaratan bea masuk. Jika alatnya bisa B20 ada pemangkasan bea masuk. Model insentifnya dari hulu ke hilir harus di evaluasi," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper