Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Pertumbuhan Impor Nonmigas 2019 Dinilai Tidak Realistis

Pertumbuhan impor nonmigas Indonesia pada tahun ini diperkirakan tidak mencapai target sesuai rencana kerja pemerintah (RKP) 2019.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan impor nonmigas Indonesia pada tahun ini diperkirakan tidak mencapai target sesuai rencana kerja pemerintah (RKP) 2019.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W. Kamdani mengatakan, para pengusaha mengestimasikan pertumbuhan impor nonmigas pada 2019 bakal menembus 20% secara year on year (yoy). Padahal, target pertumbuhan impor nonmigas yang diketok pemerintah dalam RKP 2019 adalah 9,8%—12,7%.

Proyeksi masih tingginya impor nonmigas 2019 disasarkan pada optimisme kinerja industri dan konsumsi masyarakat yang membaik pada tahun ini.

“Impor tahun ini masih akan tinggi. Kalaupun mengalami perlambatan pertumbuhan dari tahun lalu, tidak akan jauh dari kisaran 20%. Sebab, kami berkaca pada kinerja impor nonmigas sepanjang Januari—November 2018 yang sudah menembus 21,13%,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (9/1/2019).

Dia pun menyebutkan, kebijakan pemerintah dalam mengendalikan impor melalui kenaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor dalam aturan PPh pasal 22 tidak akan berdampak banyak. Pasalnya, kenaikan tarif PPh kepada 1.147 pos tarif tersebut mayoritas dikenakan kepada produk konsumsi.

Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), porsi impor barang konsumsi terhadap total impor nonmigas sepanjang Januari—November 2018 hanya mencapai 9,07%.

Selain itu, Shinta melihat permintaan impor nonmigas yang tinggi juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang ingin menggenjot ekspor nasional. Berdasarkan datanya, 70% bahan baku untuk industri masih harus diimpor.

Untuk itu, dia pesimistis laju pertumbuhan impor nonmigas 2019 akan sesuai dengan sasaran ekonomi makro dalam RKP 2019.

“Namun, kinerja impor tahun ini pada akhirnya akan bergantung pada kondisi ekonomi global dan iklim politik di dalam negeri. Sebab, semuanya masih diliputi oleh ketidakpastian,” katanya.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan memproyeksikan, pertumbuhan  impor nonmigas Indonesia tahun ini akan berada di kisaran 18%—19% secara yoy. Proyeksi capaian pada 2019 itu turun dari perkiraan pertumbuhan impor nonmigas 2018 versi GINSI sebesar 22% secara yoy. 

“Cukup banyak produk yang ditekan impornya oleh pemerintah pada tahun ini. Baru-baru ini ada besi dan baja, minuman beralkohol, dan ban. Sebelumnya, kuota impor sejumlah bahan pangan strategis juga dikurangi,” jelasnya.

Bagaimanapun, dia pesimistis kebijakan pengendalian impor akan membuat pertumbuhan impor nonmigas tahun ini sesuai dengan target di RKP 2019. Pasalnya, pemerintah juga masih terus mencari formulasi yang tepat untuk mengendalikan impor nonmigas. Hal itu membuat kebijakan pengendalian yang awalnya cukup ketat akan kembali dilonggarkan demi kepentingan industri.

Wakil Ketua Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri Benny Soetrisno meyakini, pertumbuhan impor nonmigas pada tahun ini tetap tidak akan setinggi pada 2018.

“Selama ada kebijakan pemerintah yang memastikan adanya kemudahan bagi industri menggunakan bahan baku lokal untuk industri berbasis ekspor, saya yakin impor nonmigas kita tidak akan setinggi tahun lalu,” jelasnya.

Dia menekankan bahwa impor nonmigas akan turun secara signifikan pada 2019 apabila pemerintah berlaku tegas dalam pelaksanaan kebijakan penggunaan pemakaian produk dalam negeri (P3DN). Ketegasan pemerintah, menurutnya, dibutuhkan pada aktivitas belanja barang modal dan barang pemerintah.

PERSOALAN BESAR

Pada perkembangan lain, ekonom Indef Enny Sri Hartati berpendapat, persoalan terbesar dari impor nonmigas adalah klasifikasi golongan penggunaan barang dan proses pengawasannya di lapangan.

Selama ini, jelasnya, Ditjen Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan mengklasifikasikan barang konsumsi sebagai produk yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga, sedangkan bahan baku penolong dikonsumsi oleh korporasi.

“Di lapangan, pengawasannya bagaimana? Apakah sesuai dengan kriteria tersebut? Karena, di lapangan, porsi importir umum lebih banyak dibandingkan dengan importir khusus. Besar peluangnya, importir umum ini melakukan impor dengan keterangan bahan baku penolong, tetapi sebenarnya barang konsumsi,” ujarnya.

Ketika dimintai keterangan mengenai proyeksi impor nonmigas pada 2019, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, untuk saat ini Kemendag justru lebih fokus pada target kinerja ekspor 2019.  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper