Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah kini lebih fleksibel dalam menerima usulan cakupan industri yang berhak mendapatkan fasilitas libur pajak atau tax holiday.
Relaksasi tax holiday menjadi topik headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Jumat (30/11/2018). Berikut laporannya.
Pasalnya, melalui revisi aturan tax holiday yang baru ini, pemerintah dapat mempertimbangkan permohonan dari perusahaan yang sektor usahanya belum masuk dalam daftar industri pionir sebagaimana termaktub dalam PMK No. 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Selain itu, perusahaan yang mendapatkan penugasan dari pemerintah terkait dengan proyek strategis nasional (PSN) juga dapat mengajukan permohonan tax holiday.
Dalam beleid yang merevisi PMK No. 35/PMK.010/2018 dan berlaku efektif 27 November 2018 tersebut, pemerintah menambah cakupan industri pionir, dari 16 menjadi 18 industri pionir.
Beleid yang menjadi bagian dari paket kebijakan ekonomi (PKE) jilid XVI ini memperluas cakupan bidang usaha industri pionir dengan memasukkan industri pengolahan berbasis pertanian dan ekonomi digital.
Dengan demikian, total bidang usaha berubah menjadi 18 bidang dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) yang meningkat menjadi 169 bidang.
Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menuturkan investor yang mendapatkan fasilitas libur pajak tidak terbatas pada 18 bidang usaha ini.
Menurutnya, semua investor secara umum dapat menikmati fasilitas dengan mekanisme yang berbeda.
“Secara umum bisa semua sektor, tetapi tentu yang positif yang bisa sesuai bidangnya, batas minimal investasi yang sama dan bidang usahanya,” ungkapnya, Kamis (29/11/2018).
Elen merinci bidang usaha lain dapat menikmati fasilitas libur pajak dengan melalui dua jalan. Pertama, bidang usaha tersebut harus memenuhi persyaratan minimal investasi dan mengajukan permohonan melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Nantinya, ada pembahasan lebih lanjut dengan didampingi kementerian/lembaga (K/L) terkait.
Kedua, investor dapat mencari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang sesuai dengan bidang usahanya. Sebab, pemerintah akan memberikan fasilitas libur pajak dengan kriteria lebih rendah bagi investor di KEK dengan minimal nilai investasi sebesar Rp20 miliar.
Menurutnya, kebijakan tersebut diambil karena pemerintah membuka ruang untuk menangkap dinamika ekonomi yang terus berkembang.
“Jadi kita tidak bisa menangkap dinamika ekonomi secara pasti, karena ada perubahan-perubahan atau muncul industri-industri baru, atau ada yang mau investasi. Kami pandang ini penting, tetapi karena sudah ada positive list, ada dua kemungkinan solusi yang akan dibahas,” papar Elen.
Secara terpisah, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menuturkan salah satu perubahan yang tercantum dalam beleid ini adalah mengenai pihak yang mendapatkan fasilitas libur pajak.
Menurutnya, pasal 3 ayat 1 PMK 150 yang menyebutkan kriteria penerima libur pajak harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia, yang dapat diartikan suatu perusahaan dapat menikmati fasilitas tersebut per bidang usahanya.
“Artinya dari penafsiran bahwa tax holiday yang dulu diatur berdasarkan badan hukum, begitu sekarang tidak diatur lagi maka dapat diinterpretasikan per proyek. Tax holiday diberikan untuk penanaman modal baru, baik untuk usaha baru maupun perluasan usaha,” paparnya.
Dia mencontohkan, bagi perusahaan yang saat ini sudah memiliki pabrik baja dan sudah mendapatkan libur pajak, lalu melakukan perluasan usaha maka bisa mendapatkan libur pajak lagi. “Sepanjang KBLI dan nilai investasinya memenuhi syarat,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah memberikan fasilitas libur pajak bagi Wajib Pajak (WP) badan yang mendapat penugasan pemerintah untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN). Dengan begitu, seluruh PSN yang termasuk industri pionir dapat turut menikmati fasilitas ini melalui permohonan sesuai ketentuan.
SUBSTITUSI IMPOR
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut baik beleid PMK No. 150/2018 tersebut.
Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Apindo, mengatakan peluang yang diberikan terhadap industri di luar cakupan industri pionir dalam aturan tersebut dirasa cukup menarik kendati dengan persyaratan yang bermacam-macam.
“Kalau disosialisasikan dengan baik, akan banyak menarik minat. Yang mungkin dipertimbangkan kan industri substitusi impor, ini akan menarik,” katanya Kamis (29/11).
Adapun, Ahmad Mughira Nurhani, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), menuturkan insentif untuk memperkuat usaha justru lebih dibutuhkan oleh UMKM yang baru memulai usahanya.
Mughi menilai UMKM yang dapat fasilitas libur pajak dapat dimulai dari pengusaha yang menempatkan investasinya Rp1 miliar atau lebih rendah.
Adapun, Wakil Ketua Sektor Industri Kadin Charles Saerang menilai aturan baru itu dapat mengurangi dampak impor dengan memperkuat penanaman modal di dalam negeri.
Selain itu, Kadin juga mendukung agar industri berskala kecil turut pula mencicipi fasilitas insentif pajak tersebut.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai berbeda. Menurutnya, kebijakan tersebut membuka kerancuan dari sisi legalitas, sebab industri non-pionir dapat masuk melalui pembahasan BKPM.
“Jadinya kurang sejalan dengan maksud awal, untuk industri hulu atau pionir yang dikaitkan dengan nilai tambah atau keterkaitan yang luas. (Rinaldi M Azka/Annisa S. Rini/Anggara Pernando/Wibi Pangestu Pratama)