Bisniss.com, JAKARTA — Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) pesimistis produksi budi daya ikan laut akan meningkat pada 2019. Pasalnya regulasi yang berjalan dinilai kurang kondusif bagi dunia usaha.
Ketua Abilindo Wajan Sudja mengatakan ada kencenderungan produksi budi daya perikanan baik itu ikan, udang dan rumput laut kemungkinan turun dibawah 2,5 juta ton. Tren ini katanya sudah berlangsung sejak empat tahun terakhir belakangan.
"Produksi tidak akan beda jauh justru turun karena regulasi bukan menghidupkan tapi mematikan. Semua regulasi yang menghambat investasi," katanya, Rabu (14/11).
Adapun primadona budi daya perikanan adalah rumput laut dengan jumlah 700.000 ton/tahun, udang dengan produksi 300.000-400.0000 ton/tahun dan bahkan bisa mencapai 500.000 ton. Menurutnya 90% dari perikanan budi daya merupakan produk ekspor tapi sayangnya peraturan pemerintah tidak terlalu mengakomodirnya.
Wayan menyebutkan bahwa salah satu regulasi yang dinilai menghambat adalah Permen KP no 32/2016 tentang kapal pengangkutan ikan hidup. Peraturan ini, katanya, telah menyebabkan 85% usaha budi daya ikan kerapu dari Aceh hingga Tual bangkrut akibat akses kapal buyer dari Hong Kong dibatasi.
Namun, hal ini dibantah oleh pejabat KKP. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto meyakini volume ekspor kerapu tahun ini bahkan bisa mencapai 7.500 ton dengan nilai total US$40 juta kendati sempat mengalami penurunan pada 2017. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sampai dengan Juli 2018, volume ekspor kerapu mencapai 3.939,39 ton. v“Tahun depan ekspor kerapu masih bisa tumbuh 5%--10% karena permintaan dari negara importir masih cukup baik,” jelasnya.
Slamet juga meyakini bahwa penerapan Permen KP 15/2016 tentang Kapal Angkut Ikan Hidup yang kemudian direlaksasi menjadi Permen KP 32/2016, bukan penyebab utama koreksi ekspor kerapu pada tahun lalu.
Menurut Slamet, dari catatan BPS, volume ekspor ikan kerapu hidup Indonesia umumnya akan meningkat pada Agustus dan mencapai puncaknya antara Desember dan Januari tahun berikutnya, atau pada saat menjelang musim imlek. Sementara itu, dalam periode Februari sampai Agustus awal pada tahun yang sama umumnya akan menurun.
Adapun, tren ekspor kerapu hidup, yang menjadi komoditas terbanyak, selama 5 tahun terakhir memang cenderung mengalami penurunan pada Mei—September. “Hal ini terbukti bahwa setelah September, ekspor kerapu hidup dari Indonesia kembali mengalami peningkatan.”
Pemberlakuan aturan tersebut, diakuinya memang memberikan efek penurunan trip kapal pengangkut yang tidak bisa beroperasi di wilayah perairan Indonesia karena adanya pengaturan titik pelabuhan pengumpul. Namun, tambahanya, berdasarkan data BPS, justru terjadi peningkatan volume kerapu ekpsor per trip kapal dari 1.974 ekor per trip pada 2015 menjadi 2.769 ekor per trip di 2017.