Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan jasa diprediksi defisit US$8,2 miliar hingga akhir tahun ini, naik dari realisasi tahun lalu sejumlah US$7,8 miliar.
Berdasarkan data Bank Indonesia, sepanjang kuartal I—III tahun ini, defisit neraca jasa mencapai US$5,7 miliar, naik 4,1% secara year on year (yoy).
Policy Analyst Indonesia Services Dialogue Muhammad Syarif Hidayatullah mengatakan, defisit tersebut kemungkinan besar akan kian melebar pada akhir tahun ini. “Kami proyeksikan defisit neraca jasa hingga akhir tahun tak lebih dari US$8,2 miliar,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (13/11/2018).
Menurutnya, defisit neraca jasa kali ini sebenarnya merupakan sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, terjadi peningkatan impor jasa transportasi khususnya untuk angkutan barang.
Sepanjang tahun lalu, sebutnya, impor jasa transportasi angkutan barang tumbuh 13,2% dari 2016. Selama Januari—September 2018, impor jasa transportasi angkutan barang mencapai US$6,1 miliar atau tumbuh 26,5% secara yoy.
“Pertumbuhan ini menjadi sinyal positif, karena menunjukkan bahwa perdagangan internasional Indonesia sudah kembali menggeliat, setelah selama beberapa tahun terakhir relatif lesu akibat melemahnya harga komoditas,” kata Syarif.
Dia menyarankan, perbaikan kinerja neraca jasa dapat dilakukan dengan menggenjot ekspor jasa perjalanan pariwisata. Sepanjang kuartal III/2018, sektor tersebut menyumbang ekspor senilai US$10,7 miliar, tumbuh 12,44% secara yoy.
“Perkembangan ekspor jasa perjalanan ini sebenarnya dapat menjadi kunci untuk mengurangi defisit transaksi berjalan sektor jasa ke depannya.”
Direktur Riset Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menambahkan, defisit sektor jasa transportasi terjadi karena kargo angkutan barang ekspor dan impor di Indonesia dilakukan dengan menyewa kapal asing.
Indonesia tak memiliki armada berkapasitas besar yang mampu melakukan perjalanan jarak jauh hingga ke Benua Amerika. Selain itu, kapal di Indonesia tidak ada peremajaan dan rerata berumur sekiar 30 tahunan.
“Kapal Indonesia belum bisa menopang ekspor impor. Dari Pelabuhan Singapura, barang baru disebar ke Tanah Air.”
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira menuturkan, peningkatan defisit neraca pedagangan jasa juga disebabkan oleh pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) yang tak sesuai ekspektasi.
Dalam data Bank Indonesia, transaksi jasa perjalanan sepanjang kuartal III/2018 mengalami surplus US$1,29 miliar, naik dari kuartal sebelumnya yang mencapai US$1,1 miliar. Namun, adanya perhelatan Asian Games 2018 belum mampu menciptakan efek pertumbuhan kunjungan wisman yang cukup besar.
Bhima berpendapat, hal itu disebabkan oleh faktor force majeur yakni bencana alam di beberapa tempat di Indonesia belakangan ini. “Itu yang membuat jumlah wisman tidak terlalu tinggi meski sudah didorong acara seperti Asian Games,” tuturnya.
Menurutnya, untuk meningkatkan ekspor jasa dapat dilakukan dengan memberikan insentif fiskal bagi perusahaan pendukung pariwisata mulai dari perhotelan, agen perjalanan, hingga restoran di destinasi wisata.
Gunanya adalah untuk menawarkan lebih banyak diskon bagi wisman. Terlebih, momentum akhir tahun bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru. “Saya kira defisit neraca jasa masih terjadi akhir tahun ini dan mencapai US$8,1 miliar,” ucapnya.
Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies Asnawi Bahar mengungkapkan, meski ekspor jasa perjalanan mencapai US$10,7 miliar, pemerintah perlu mencari cara agar dapat memperbesar minat berpelesir wisatawan domestik.
“Salah satu cara ya menarik minat mereka untuk berwisata di dalam negeri dengan penawaran paket yang murah dan menarik. Selama ini mereka ke luar negeri karena harga paket dan tiket di luar lebih terjangkau,” tuturnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association Carmelita Hartoto berpendapat transportasi laut memang kerap menjadi penyumbang defisit neraca jasa yang cukup besar.