Bisnis.com, JAKARTA — Pelaksanaan proyek berisiko tinggi bakal terus diawasi guna mencegah kecelakaan. Pengawasan dilakukan dalam bentuk kewajiban keberadaan tenaga ahli keselamatan dan kesehatan kerja di setiap proyek.
Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat menegaskan bahwa setiap kontraktor diwajibkan memiliki tenaga ahli keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai syarat untuk bisa menggarap proyek-proyek di atas Rp100 miliar.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan bahwa persyaratan tenaga ahli K3 sudah menjadi acuan dalam lelang pekerjaan konstruksi.
"Kami berharap agar kalau mekanisme SMK3 [sistem manajemen K3] dilaksanakan secara serius dan disiplin, kami yakin tidak akan terjadi kecelakaan," ujarnya selepas acara sertifikasi ahli K3 konstruksi di Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Kewajiban penggunaan tenaga ahli sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 /PRT/M/2014. Beleid ini salah satunya mengharuskan kontraktor mempekerjakan ahli K3 bila menangani proyek berisiko tinggi, kontrak di atas Rp100 miliar, dan mempekerjakan 100 orang tenaga kerja.
Secara khusus, proyek konstruksi berisiko tinggi merupakan proyek-proyek gedung tinggi atau proyek dengan konstruksi melayang, termasuk konstruksi jembatan.
Baca Juga
Syarif menyebutkan bahwa seluruh pekerjaan di atas ketinggian sangat berisiko sehingga perlu memperhatikan aspek keselamatan.
Para kontraktor milik negara, katanya, juga sudah diminta untuk menata ulang struktur organisasinya dengan menempatkan direktur khusus yang menangani K3. Restrukturisasi organisasi merupkan salah satu rekomendasi Komite Keselamatan Konstruksi (KKK).
Implementasi K3 pada proyek konstruksi diperkuat setelah marak terjadi kecelakaan konstruksi pada awal 2018.
Bisnis.com mencatat bahwa dalam 2 bulan pertama tahun ini, terjadi empat kecelakaan konstruksi.
Akibat kecelakaan konstruksi, pemerintah sempat menghentikan sementara proyek-proyek konstruksi melayang (elevated) pada 20 Februari 2018. Sepekan berselang, KKK memberi rekomendasi terhadap 34 proyek untuk dilanjutkan.
Syarif menerangkan bahwa tenaga ahli K3 bersertifikat bakal menjadi kebutuhan internal bagi perusahaan konstruksi.
Untuk itu, jumlah tenaga ahli K3 perlu terus ditambah sesuai dengan kebutuhan. Menurut Syarif, sertifikasi K3 tidak diwajibkan di level manager, tapi juga hingga ke level direksi.
Hari ini, Ditjen Bina Konstruksi mengelar sertifikasi ahli K3 konstruksi gelombang keempat dengan jumlah peserta sebanyak 61. Sebelumnya, sertifikasi serupa sudah dilakukan sejak gelombang pertama pada Juni 2018.
Syarif menuturkan bahwa sertifikasi akan terus dilakukan dengan menggandeng para pemangku kepentingan, mulai dari BUMN, pemerintah daerah, hingga universitas.