Bisnis.com, JAKARTA – Ranking kemudahan berusaha Indonesia turun satu ke peringkat ke 73 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Salah satu catatan dari World Bank, yang masih perlu diperbaiki adalah terkait dengan pelayanan yudisial.
Data dari Tim Kelompok Kerja (Pokja) IV, salah satu bagian dari Satgas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, yang diterima Bisnis menunjukkan, bahwa berdasarkan pemantauan di berbagai wilayah, tim tersebut berhasil menemukan 295 kasus terkait dengan investasi.
Tim tersebut menilai bahwa penyebab sengketa investasi memang didominasi oleh persoalan perizinan. Indikasinya adalah adanya keluhan dari investor yang soal tumpang tindih regulasi baik yang diterbitkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Selain itu, sejalan dengan laporan World Bank, persoalan mengenai sengketa hukum baik pidana maupun pidana juga masih menjadi kendala. Apalagi, proses penyelesaian sengketa hukum terkait investasi belum memberikan kepastian karena memakan waktu yang cukup lama.
Kendati demikian, tim tersebut telah menindaklanjuti berbagai persoalan yang membelit para investor. Hasilnya, dari 295 kasus yang ditangani, 125 kasus di antaranya atau 42,2% berhasil diselesaikan dan 160 kasus sedang dalam proses proses. Sementara itu, 10 kasus lainnya, ditolak untuk diselesaikan penyelesaiannya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui bahwa dua masalah investasi yakni mengenai perizinan dan kepastian hukum misalnya terkait dengan konsistensi kontrak kerap dikeluhkan para investor. Meski demikian, menurut Ketua Tim Pokja IV tersebut sebagian sengketa terkait investasi itu telah diselesaikan oleh Tim Pokja dan menyelematkan potensi investasi senilai Rp659 triliun.
“Kami telah menyelesaikan banyak kasusnya, telah menyelematkan puluhan hingga ratusan triliun,’ kata Yasonna kepada Bisnis, Kamis (1/11/2018).
Yasonna tak memungkiri, dari ratusan kasus yang telah ditangani oleh tim tersebut, ada beberapa kasus yang memang sulit untuk diselesaikan. Menurutnya, ada banyak entitas, bahkan entitas yang berada di lingkungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) justru tidak menaati hasil kajian dan rekomendasi dari tim kelompok kerja.
“Jadi itu yang nanti saya dan menko perekonomian akan rapat, supaya Kementerian BUMN yang tidak menghargai keputusan kelompok kerja, nanti biar presiden yang memerintahkan supaya menindaklanjuti,” imbuhnya.
Pemerintah juga tak menampik bahwa ada beberapa pengusaha, khususnya yang berasal dari luar negeri sering mengeluhkan mengenai kepastian kontrak. Banyak kasus menunjukkan, seringkali sengketa kontrak investasi yang telah diselesaikan di level arbitrase, kembali digugat sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Soal kepastian hukum memang perlu kerja sama dengan banyak pihak, MA memang judicial branch tersendiri, tetapi dalam konsultasi masih bisa dibicarakan," jelasnya.