Bisnis.com, JAKARTA — Sawit Watch berharap dengan Inpres No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit diharapkan menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola kebun sawit di Indonesia.
Inda Fatinaware Direktur Eksekutif Sawit Watch mengatakan bertepatan dengan Hari Tani Nasional (HTN) seyogyanya menjadi momen refleksi kondisi yang dialami oleh petani diseluruh Indonesia, termasuk petani sawit.
Menurutnya, Inpres No. 8 Tahun 2018 menjadi langkah awal yang baik yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola kebun sawit di Indonesia, termasuk untuk kesejahteran petani sawit. Dengan Inpres ini dia berharap dapat memberikan dampak pada perbaikan kondisi bagi petani sawit.
"Beberapa hal yang bisa didorong melalui Inpres ini adalah dengan mengoptimalkan produktivitas kebun sawit rakyat yang ada serta pemberian subsidi melalui CPO Fund kepada petani," katanya.
Maryo Saputra Sannudin Kepala Desk Kampanye Sawit Watch mengatakan pelaksanaan Inpres perlu dikawal dan pantau bersama agar dapat terimplementasikan dengan baik. Tapi, ada fokus lain yang juga tidak bisa disepelekan yaitu rencana kebijakan Rancangan Undang-Undang Perkelapasawitan.
Menurutnya, RUU Perkelapasawitan yang diinisiasi oleh DPR RI sejak 2016 lalu tidak berbicara mengenai kesejahteraan petani sawit karena pihak yang justru diuntungkan dari lahirnya undang-undang ini adalah Korporasi. Korporasi akan mendapat keringanan pajak serta pembebasan bea dan cukai.
"Sementara itu, kebutuhan petani sawit justru tidak terakomodir didalamnya. Untuk itu, karena tak berpihak pada kelompok petani, sudah selayaknya pembahasan RUU ini segera dihentikan," tegas Maryo.
Selain kedua hal diatas persoalan lain yang dialami oleh petani sawit saat ini diantaranya berkenaan dengan rendahnya produktivitas kebun sawit, minimnya akses modal, harga jual TBS rendah yang disebabkan oleh over produksi dan akses CPO fund yang tidak tepat sasaran.