Bisnis.com, JAKARTA – Isu tenggelamnya Jakarta Utara pada 2050 akibat penurunan muka tanah memerlukan kebijakan politik dari pemerintah untuk pengelolaan sumber daya air yang tepat kepada masyarakat.
Peneliti Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas mengatakan di Jakarta Utara memang mulai mengalami penurunan 25 cm setiap tahun. Dia memprediksi sampai 2050, Jakarta Utara bisa tenggelam, karena penurunan muka tanah. Ada pun penyebab penurunan muka tanah adalah pengambilan air tanah.
“Di Tokyo, Osaka, San Jose, San Joaquin, ketika mereka menghentikan pengambilan air tanah dalam, dan melakukan artificial recharge, maka land subsidence [penurunan muka tanah] berhenti,” ujar Heri kepada Bisnis, Senin (20/8/2018).
Dia mengungkapkan, penyebab penurunan muka tanah karena masalah penggunaan berlebih air tanah. Dia menganggap pemerintah perlu melakukan artificial recharge atau injeksi air ke dalam sumber air tanah.
Saat ini, pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru bisa menyediakan air, non air tanah bagi masyarakat hanya 40%. Sementara angka itu masih jauh dari kewajiban pemerintah menyediakan sebanyak 100% untuk semua elemen masyarakat.
“Solusi ini ada di pemerintah. Sebab pengembang pun membutuhkan air dan seharusnya itu bisa disediakan oleh pemerintah untuk proses pembangunan,” kata Heri.
Baca Juga
Selain pengambilan air tanah, faktor berikutnya adalah efek pembebanan dari bangunan. Di Jakarta Utara, kata Heri, pengambilan air tanah sangat banyak dilakukan oleh gedung-gedung dan perumahan.
Selain itu, karakter tanah di Jakarta Utara paling lunak di antara kontur tanah di Jakarta belahan lain. Hal ini yang menyebabkan nilai penurunan di Jakarta Pusat hanya 1 cm dan di Jakarta Selatan juga hanya 2 cm per tahun.
“Jadi bisa dibayangkan dengan tanah yang lunak, dibebani gedung, permukiman, hingga air tanah diambil berlebihan. Sementara di Jakarta Utara paling lunak, karena sedimentasi tanah kan ujungnya di pantai, tanah sedimentasi pasti paling lunak,” terang Heri.
Selain Jakarta yang juga berada di pesisir pantai dan mengalami penurunan muka tanah adalah di Pekalongan. Pasalnya, Pemerintah Daerah menyediakan 100% air bagi masyarakat yang bersumber dari air tanah.
Akibatnya, penurunan muka tanah di Pekalongan 20 cm per tahun. Dia berkesimpulan , masalah manajemen air yang bisa berimbas terhadap pembangunan ini bukan hanya masalah di Jakarta saja, tetapi juga di pulau Jawa pada khususnya.
Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta mengatakan pengembangunan bangunan ke depannya memang harus mengurangi konsumsi pemompaan air tanah. Tujuannya, supaya tidak terjadi penurunan muka tanah. Dia menegaskan, kontraktor juga harus melakukan konstruksi yang mengurangi penggunaan air tanah dengan mengandalkan air daur ulang dan air produksi perusahaan air minum dari pemerintah.