Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi infrastruktur di daerah atau di pulau-pulau kecil dinilai belum memadai untuk pengiriman barang.
CEO J&T Express Robin Lo mengakui kendala infrastruktur di Indonesia masih menjadi penghambat dalam pengiriman barang ke luar daerah.
"Saat ini hambatannya adalah infrastrukur, seperti jalan yang masih kurang. Bila kita akan kirim ke pulau-pulau kecil, misalnya, ketersediaan angkutan antarpulau itu sangat minim," kata Robin Lo, Selasa (14/8/2018).
Dia mencontohkan ketika angkutan kapal di daerah, misalnya, kadang-kadang hanya akan jalan seminggu satu kali. Bahkan, apabila cuaca sedang buruk maka kapal tersebut tidak akan jalan sekalipun.
Selain itu, Robin juga mengatakan pesawat pengangkut barang di Indonesia juga sangat terbatas. Apalagi, menurutnya, bisa dikatakan saat ini semuanya masih menggunakan pesawat penumpang, tidak ada pesawat kargo.
"Bisa kita bayangkan, misalnya, sedang musim haji yang penumpangnya banyak dan isi bagasinya banyak juga. Otomatis barang-barang kita akan terhambat untuk naik ke pesawat," katanya.
Baca Juga
Sebenarnya, kata Robin, perusahaan ekspres seperti J&T Express bisa saja membeli pesawat sendiri untuk menangani pengiriman barang. Namun, hal itu dirasa kurang efektif lantaran distribusi pengiriman barang di Indonesia belum merata.
"Meskipun secara kasarnya, kita bisa bilang sanggup untuk membeli pesawat. Tapi, bagi kita gak efektif karena di Indonesia itu tidak seperti di negara lain yang distribusi barangnya merata," kata dia.
Dia pun mencontohkan ketika distribusi barang di Indonesia belum merata. Pengiriman barang paling besar menurutnya hanya di Pulau Jawa seperti Surabaya ataupun di DKI Jakarta.
Ketika barang tersebut dikirim ke daerah tujuan dengan total volume yang besar, maka ketika balik lagi barang yang diangkut bisa saja kosong ataupun sedikit.
"Barang baliknya itu biasanya sedikit. Jadi tidak efektif bila punya peswat sendiri, artinya dengan cost dua kali lipat barang yang kita dapat cuma satu kali lipat," ungkapnya.
Hal ini menurut Robin menjadi pertimbangan besar apabila perusahaan ekspres ingin memiliki maskapai sendiri. Biaya yang dikeluarkan tentunya akan bertambah.
"Kita perlu pertimbangan bahwa saat pesawat ini pergi dengan muatan penuh, apakah pulangnya juga penuh atau kosong? Cost-nya bisa jadi tinggi," ujarnya.
Di sisi lain, Robin menuturkan tren pengiriman barang masih akan tetap baik dan potensial terutama didorong perkembangan perdagangan elektronik (e-commerce).