Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah mengatakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang tidak kembali ke dalam negeri dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan tidak kembalinya DHE, daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan DHE yang tidak kembali ini menyebabkan rendahnya angka tabungan (national savings) dan membuat Indonesia selalu memerlukan modal asing untuk investasi.
"Kalau kita mengekspor itu akan menjadi semacam tambahan tenaga untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan, tapi kalau devisanya tidak jadi masuk tidak akan menambah tenaga [pertumbuhan ekonomi]. Dalam bahasa teknis ekonomi itu bocor," ungkapnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (3/8/2018).
Darmin menjelaskan saat ini DHE yang kembali ke dalam negeri sekitar 80%, sisanya tetap berada di luar negeri. Dari 80% yang masuk ke dalam negeri, yang ditukarkan ke rupiah hanya 15%.
Adapun sisanya digunakan sebagai tabungan valas, deposito, dan giro, yang akhirnya mengurangi dampak dorongan DHE ke pertumbuhan.
"Meskipun tidak sama dengan yang masuk tadi, karena lama-lama dia tukar. Tapi biasanya lama. Kalau dua tahun baru dia tukar, itu berarti dua tahun lagi dampaknya [terhadap pertumbuhan ekonomi]," paparnya.
Secara teori, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat, investasi, belanja pemerintah, serta hasil ekspor dan impor. Maka, empat aspek tersebut yang sangat berpengaruh untuk mendorong pertumbuhan.
Ditukarkannya devisa berupa dolar AS ke dalam rupiah disebut akan meningkatkan cadangan devisa. Cadangan devisa yang semakin besar akan membuat nilai tukar rupiah menguat dan membuat daya beli masyarakat menjadi lebih tinggi.
"Rumusnya sederhana, kalau masyarakat dan pemerintah melakukan konsumsi, ini merupakan tenaga untuk melahirkan pertumbuhan. Investasi pun demikian, sementara kalau ekspor juga tenaga untuk menambah pertumbuhan," lanjut Darmin.
Langkah konkret yang dapat dilakukan untuk mengerek pertumbuhan ekonomi yaitu mendongkrak pembangunan pariwisata melalui pembangunan infrastruktur serta penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah pariwisata.
Sebab, pertumbuhan pariwisata mancanegara akan meningkatkan cadangan devisa secara langsung.
Selain itu, penerapan biodiesel B20 yang tengah digenjot selama ini juga bisa menjadi motor penggerak guna menghemat devisa. Pemerintah menyatakan dengan implementasi B20, impor minyak bakal berkurang signifikan sehingga devisa bisa dihemat hingga US$5,5 miliar per tahun.
Di sisi lain, kepemilikan asing di pasar obligasi pemerintah mencapai 39%-40% sedangkan di pasar modal mencapai 45%-50%.
Porsi ini lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Penguasaan investor asing di pasar saham Malaysia misalnya, hanya sekitar 12%-14%.
"Itu sebabnya setiap kali ada guncangan, kalau satu pekan kita tegar. Kalau berbulan-bulan, kita mulai repot karena terlalu banyak asingnya," terangnya.
Namun, di tengah berbagai tantangan itu, Menko Perekonomian tetap optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini akan beada di kisaran 5,2%-5,3%.
Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia menyentuh 5,07%.
IMF memproyeksi ekonomi Indonesia bakal tumbuh 5,3% sepanjang 2018, sedangkan Bank Dunia memperkirakan pertumbuhannya berada di kisaran 5,2%.