Bisnis.com, JAKARTA--Pertumbuhan produksi industri minuman skala besar dan sedang pada kuartal II/2018 tumbuh cukup tinggi dibandingkan sektor industri lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dikutip Jumat (3/8/2018), industri besar dan sedang (IBS) minuman tumbuh sebesar 15,41% secara tahunan.
Pertumbuhan IBS paling besar dicatatkan oleh industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki sebesar 27,73% y-o-y, disusul oleh industri karet, barang dari karet, dan plastik sebesar 17,28% y-o-y.
Untuk indusri mikro dan kecil (IMK), industri minuman mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,37% secara tahunan.
Dari sisi industri minuman ringan, pelaku usaha masih optimistis bakal meraih kinerja positif pada akhir tahun. Keyakinan ini didorong oleh kenaikan permintaan selama kuartal II.
Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Pridjosoesilo mengatakan sepanjang tahun lalu industri ini mengalami penurunan yang diperkirakan karena pelemahan daya beli.
Dalam catatan asosiasi, volume produksi industri minuman ringan pabrikan lokal pada 2017 sebesar 34,41 miliar liter atau lebih kecil dibandingkan dengan capaian 2016 sebesar 43,76 miliar liter.
Total produksi tersebut adalah golongan minuman ringan yang termasuk dalam kategori nonalcoholic ready to drink (NARTD), seperti produk susu, jus, kopi, teh dan variannya. Namun, sepanjang semester I tahun ini permintaan mulai positif kembali, kendati tidak terlalu tinggi.
"Kuartal I masih stagnan, setelah lebaran tumbuh 2%, sehingga semester I ini kami perkirakan sekitar 1% tumbuhnya. Kami optimistis masih bisa positif di akhir tahun, sekitar 2% - 3%," ujarnya.
Kendati mulai menunjukkan pertumbuhan permintaan, Triyono menyatakan kinerja industri minuman ringan belum dapat kembali seperti tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 8% hingga double digit. Industri ini mengalami kontraksi paling dalam sepanjang tahun lalu dengan penurunan penjualan.
Menurutnya, selain faktor daya beli masyarakat, kinerja penjualan minuman ringan juga dipengaruhi perubahan konsumsi masyarakat. Saat ini, masyarakat memilih mengalokasikan dana untuk kebutuhan lain yang dianggap lebih penting, seperti telekomunikasi dan wisata.
"Pendapatan tidak membesar, padahal pengeluaran meningkat. Ujung-ujungnya spending harus direalokasi, ini yang mungkin mengubah pola konsumsi masyarakat," jelasnya.
Dihubungi terpisah, Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Air Minum dalam Kemasan (Aspadin), mengatakan hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan laporan resmi dari para anggotanya terkait penjualan selama kuartal II/2018.
Walaupun demikian, dia berharap permintaan pada puasa dan Lebaran bisa tumbuh dua digit untuk mengkompensasi bulan-bulan lainnya. Bagi industri makanan dan minuman, termasuk AMDK, puasa, Lebaran, dan Hari Raya Natal serta tahun baru menjadi momentum untuk mengejar target pertumbuhan sepanjang tahun.
"Belum dapat data akhir permintaan selama puasa, tetapi kami harap ada pertumbuhan double digit pada masa puasa dan Lebaran. Kalau enggak ngegas di situ, alamat buruk buat industri," ujarnya.
Pelaku industri AMDK juga berharap kelesuan permintaan selama puasa dan Lebaran pada tahun lalu yang hanya sebesar 5,6% tidak terjadi kembali pada tahun ini. Pasalnya, pertumbuhan tersebut tidak mampu mengompensasi pertumbuhan di bulan lain, sehingga permintaan sepanjang tahun hanya tumbuh tipis.