Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mandatori Biosolar: Produsen dan Pengguna Adu Pendapat

Perbedaan pendapat antara produsen dan sejumlah pelaku industri pengguna biosolar yang memiliki campuran minyak kelapa sawit 20% (B20) semakin meruncing.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Perbedaan pendapat antara produsen dan sejumlah pelaku industri pengguna biosolar yang memiliki campuran minyak kelapa sawit 20% (B20) semakin meruncing.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengklaim, penggunaan biosolar dengan berbagai kadar minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) telah dilakukan sejak 2006, dengan diawali oleh produk B5.

Sementara itu, untuk produk B20—yang ada saat ini dimandatorikan oleh pemerintah—telah melalui uji coba dan memenuhi standar nasional indonesia (SNI).

“Uji coba [B20] sudah dilakukan terus menerus sejak sebelum 2016 dan melibatkan banyak pihak, salah satunya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi [BPPT]. Hasilnya sangat aman dan dapat digunakan di seluruh kendaraan diesel euro-2,” katanya kepada Bisnis.com, Kamis (27/7).

Dia pun menolak tudingan bahwa produk biosolar meninggalkan plak atau lapisan jeli pada mesin, lantaran tingginya kandungan lemak bahan bakar tersebut. Sebaliknya, dia menjamin penggunaan biosolar akan membuat mesin lebih bersih.

Di sisi lain, Paulus menyatakan B20 memiliki kadar setana (cetane number) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar oktan solar biasa. Kadar setana B20 berada di atas 60%, sehingga emisi gas buang kendaraan pengguna B20 lebih rendah 15% dibandingkan kendaraan pengonsumsi solar.

“Kalau terkait kekhawatiran kerusakan kendaraan, kita bisa lihat, mandatori B20 sudah dijalankan sejak Januari 2016 untuk kendaraan PSO. Hasilnya tidak ada masalah,” lanjutnya.

Paulus juga menjamin, bahwa kendaraan baru—baik impor maupun produksi dalam negeri— dengan spesifikasi mesin berstandar emisi euro-2 sudah siap mengonsumsi B20. Proses penggunaan B20 bahkan tidak memerlukan penyesuaian terhadap mesin kendaraan.

Di lain pihak, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman menyatakan bahwa mesin kendaraan buatan Eropa dengan standar euro-2 hanya diperbolehkan mengkonsumsi biosolar maksimal B10.

“Konsultan dari Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) bilang, biosolar bersifat korosif dan asam dan berdampak buruk terhadap mesin,” katanya.

Selain itu, berdasarkan pengalamannya menggunakan biosolar, bahan bakar tersebut membuat minyak dan air tercampur. Hal itu membuat kendaraan pengguna biosolar membutuhkan komponen tambahan berupa water separator.

Terpisah, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi menggarisbawahi bahwa kendaraan euro-2 yang ada saat ini dinyatakan tidak lolos uji emisi oleh Kementerian Perhubungan jika menggunakan B20.

“Kendaraan euro-2 memang bisa dijalankan ketika menggunakan B20. Namun, untuk uji emisi kami tidak bisa jamin lolos. Sebab kendaran euro-2 keluaran pabrik saat ini minimal harus menggunakan BBM Pertadex agar lolos uji emisi,” katanya.

Seperti diketahui, Kewajiban penggunaan B20 telah diatur dalam Permen ESDM No.12/2015, tetapi mandatori yang diberlakukan mulai Januari 2016 itu masih terbatas pada kendaraan PSO yang disubsidi. 

Saat ini, perluasan penggunaan dan insentif B20 ke non-PSO tengah disiapkan oleh pemerintah dan akan disahkan melalui Peraturan Presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper