Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Didemo Karyawan, Pertamina Diminta Introspeksi untuk tidak terlalu Pro Populis

Aksi demonstrasi para pekerja PT Pertamina (Persero) seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi pemerintah untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan populis yang berisiko membahayakan keberlangsungan perseroan.
Kendaraan antre pengisian bahan bakar minyak bbm di SPBU jalur Pantura, Tegal, Jawa Tengah, Senin (4/7)./Antara
Kendaraan antre pengisian bahan bakar minyak bbm di SPBU jalur Pantura, Tegal, Jawa Tengah, Senin (4/7)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Aksi demonstrasi para pekerja PT Pertamina (Persero) seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi pemerintah untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan populis yang berisiko membahayakan keberlangsungan perseroan.

Pri Agung Rakhmanto, Ketua I Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia menilai aspek yang paling krusial dari tuntutan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) berkaitan dengan kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM) dan anggaran subsidi.

“Menurut saya itu pangkal persoalan kesulitan keuangan Pertamina saat ini. Pemerintah jangan melakukan kebijakan-kebijakan yang dapat merugikan dan membahayakan Pertamina,” katanya, Jumat (20/7/2018).

Perusahaan pelat merah tersebut, sambungnya, tidak akan mengalami kesulitan seperti saat ini jika pemerintah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Artinya, tegas dia, subsidi itu merupakan urusan pemerintah melalui APBN, bukan tanggung jawab keuangan perusahaan.

Sayangnya, pertimbangan politis terlalu mendominasi kebijakan pemerintah, seperti menjanjikan tidak adanya kenaikan harga BBM hingga 2019. Padahal, faktor-faktor fundamental pembentuk harga jual seperti harga minyak dunia dan kurs terus bergerak.

Pergerakan kedua indikator ini seharusnya diikuti dengan kenaikan harga BBM. Jika tidak ingin menaikkan harga, menurutnya, harus ada penambahan subsidi sesuai dengan hitungan keekonomian selisih harga yang saat ini ditanggung oleh perseroan.

“Kalau sampai kegiatan operasional Pertamina terhambat, implikasinya bisa ke gangguan penyediaan energi nasional,” imbuhnya.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro berpanadangan tuntutan yang diajukan oleh serikat pekerja cukup lazim. Menurutnya, kebijakan pengelolaan subsidi BBM memang perlu kembali ke track yang benar, yakni diatur dengan pasti di APBN.

“Selama ini memang hampir tiap tahun terjadi potensial loss dari bisnis hilir BBM. Semoga segera ada penataan yang lebih baik,” katanya.

Komaidi berpendapat masalah krusial yang perlu dibenahi dalam jangka pendek memang terkait konsistensi pemerintah dalam kebijakan subsidi. Ini pada gilirannya berkaitan dengan bisnis hilir Pertamina.

“Kalo tidak segera dibenahi bisa merembet menjadi masalah hulu, karena alokasi investasi hulu akan ketarik ke hilir,” tuturnya.

Bisnis mencoba meminta keterangan lebih lanjut terkait kondisi keuangan Pertamina saat ini kepada Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman. Namun, hingga berita ini diturunkan, pihaknya tidak memberikan respons.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper