Bisnis.com, JAKARTA – Restriksi atau pembatasan berlebihan pada mekanisme impor menyebabkan harga bawang putih menjadi tinggi.
Padahal seharusnya impor sebagai instrumen untuk menstabilkan harga bawang putih yang tinggi di dalam negeri harus bisa berdampak pada harga.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan mau dilihat dari segi manapun baik secara on-farm maupun off-farm, Indonesia tidak mampu untuk mengejar swasembada bawang putih.
Pemerintah selama ini membuka keran impor untuk pemenuhan kebutuhan bawang putih di pasar dengan harga yang lebih terjangkau.
Namun sayangnya mekanisme dan peraturan terkait impor bawang putih tidak efektif dan justru membuat harga melambung tinggi.
“Restriksi semacam penunjukkan importir dan kuota impor bawang putih serta syarat wajib tanam bawang putih sebesar 5% dari total impor membuat struktur pasar menjadi tidak kompetitif dan membuka peluang lebar untuk memanipulasi ketersediaan dan harga produksi bawang putih,” katanya, Senin (17/6/018).
Baca Juga
Novani menjelaskan skema manipulasi harga oleh importir dan rantai distribusi yang panjang merupakan penyebab utama kerugian yang harus diderita konsumen bawang putih.
Belum lagi ditambah kewajiban tanam bawang putih yang dibebankan kepada importir semakin menambah cost of production yang pada akhirnya dibebankan lagi kepada konsumen.
Tantangan Indonesia menghadapi swasembada bawang putih tambahnya selain semakin terbatasnya lahan, banyaknya alih fungsi lahan pertanian karena cuaca dan kondisi tanah yang tidak produktif juga ikut memengaruhi. Belum lagi kurangnya insentif untuk para petani dalam menanam bawang putih.
“Ketika tidak terjadi pembatasan importir dan kuota maka tidak akan ada importir nakal yang menetapkan harga tinggi dibandingkan dengan importir lainnya karena pasar menjadi kompetitif dan harga akan lebih terjangkau,” tutup Novani.