Bisnis.com, JAKARTA – Keringanan pajak penghasilan (PPh) usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) dari 1% ke 0,5% diharapkan menstimulus sektor tersebut untuk berkontribusi lebih besar dalam perekonomian untuk memperkuat basis pajak nasional.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri untuk jangka pendek kebijakan itu mempengaruhi penerimaan pajak pemerintah. Penurunan tarif PPh final itu akan menggerus potensi penerimaan pajak dikisaran Rp2,5 triliun.
Namun demikian, insentif pajak berupa pemotongan tarif PPh final harus dilihat sebagai investasi jangka panjang dari pemerintah untuk meningkatkan basis pajak melalui bertambahnya wajib pajak dari sektor UMKM.
"Hal lain yang penting adalah sifatnya yang opsional, karena memberi kesempatan WP memilih skema sesuai kondisi yang sebenarnya," kata Prastowo Jumat (22/6/2018).
Selain itu, skema opsional dan pemberian jangka waktu juga cukup untuk mengedukasi WP supaya menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan porsinya. Kebijakan ini sekaligus menutup celah untuk melakukan penghindaran pajak melalui skenario pelaku UMKM memecah usaha.
Dia juga mendorong pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Koperasi berkoordinasi dengan Bank Indonesia, OJK, BPS, dan lembaga lain agar kebijakan pemerintah terhadap pelaku UMKM dikemas dalam paradigma integratif dan komprehensif terutama definisi tunggal terkait UMKM, sistem akuntansi keuangan, dan akses pada permodalan.
"Hal ini penting, mengingat lokus kewenangan atas UMKM sebagian besar sudah didelegasikan ke Pemerintah Daerah (Pemda)," ungkapnya.
Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan sektor UMKM, terutama didahului dengan proses sosialisasi, edukasi, hingga penegakan hukum yang selektif dan terukur supaya menciptakan dampak kepatuhan.
"Khusus untuk sektor e-commerce, ini adalah momentum yang tepat untuk segera menerbitkan aturan pajaknya," jelasnya.