Bisnis.com, JAKARTA — Upaya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk melakukan penggabungan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) masih jauh dari target. Insentif yang dijanjikan pemerintah nyatanya tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko menjelaskan, pihaknya mendukung penuh upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah PTS yang terlampau banyak, guna memperbaiki kualitas pendidikan di Tanah Air dan memudahkan proses pembinaan. Namun, dia menilai target penggabungan 1.000 PTS pada 2019 sulit tercapai bila pemerintah masih setengah hati menjalankannya.
“Belum banyak PTS yang merger. Sudah ada beberapa, tetapi kelihatannya [target] tidak akan tercapai. Persyaratannya terlalu berat,” ujarnya, Selasa (22/05).
Berdasarkan data Kemenristekdikti yang diperoleh Bisnis, total perguruan tinggi yang ada di Indonesia hingga akhir 2017 tercatat sebanyak 4.550 universitas, terdiri dari 4.153 PTS dan 397 Perguruan Tinggi Negeri. Adapun yang menjadi sasaran dari program merger PTS adalah sebanyak 3.128 PTS, yang akan dirampingkan menjadi 2.128 PTS pada 2019.
Mengenai hal ini, Budi mengaku pihaknya telah beberapa kali mengumpulkan perwakilan dari PTS di seluruh Indonesia. Namun, beratnya persyaratan khususnya terkait batas waktu syarat administratif yang dinilai terlalu rigid, dan adanya syarat minimal lahan universitas, membuat PTS kurang antusias melakukan merger.
Sesuai ketentuan Kemenristekdikti, luas lahan untuk satu kampus PTS hasil penyatuan sedapat mungkin berada dalam satu hamparan, dengan luas paling sedikit 10.000 meter2 untuk universitas, 8.000 meter2 untuk institut, dan 5.000 meter2 untuk sekolah tinggi, politektik dan akademi.
Hingga saat ini, dia menyebut baru sekitar 15 PTS yang tengah dalam proses penggabungan. Selain itu, juga terdapat 50 PTS yang telah mengajukan permohonan merger hingga akhir tahun ini. Namun, dia menganggap jumlah pemohon merger tersebut justru berpotensi berkurang karena ketidaklengkapan persyaratan.
Dia menambahkan, insentif yang sempat dijanjikan oleh pemerintah pada praktiknya sulit diimplementasikan. Salah satunya mengenai janji insentif penetapan akreditasi PTS dengan akreditasi berbeda akan dipilih berdasarkan akreditasi yang paling tinggi. Misalnya, merger PTS A dengan PTS B yang masing-masing memiliki akreditasi A dan B, maka akreditasi PT hasil merger akan mengikuti akreditasi paling tinggi yakni A.
Pada praktiknya, insentif tersebut sulit dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) selaku lembaga yang berwenang melakukan akreditasi. Dalam proses merger, lembaga tersebut tetap melakukan prosedur penilaian seperti biasa.
“Dulu janjinya Kemenristektikdi ada insentif akreditasi, ternyata BAN-PT tidak mau. Jadi tidak sinkron,” jelasnya.
Ketua Majelis Akreditasi BAN-PT Dwiwahju Sasongko menjelaskan, penggabungan PTS bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu akuisisi, di mana satu perguruan tinggi mengambil alih perguruan tinggi lainnya, dan juga bisa dilakukan melalui penggabungan beberapa PTS yang dikelola oleh satu badan penyelenggara menjadi satu PTS baru yang dikelola oleh badan penyelenggara baru.
Berkaitan dengan akreditasi, pihaknya mengaku tak bisa serta-merta mengambil peringkat akreditasi yang lebih baik dari dua PTS yang digabung. Dia mencontohkan, bila sebuah perguruan tinggi dengan mahasiswa 20.000 orang akan merger dengan akademi kebidanan dengan mahasiswa hanya 200 orang, maka proses akreditasi tetap memerlukan evaluasi khusus karena besarnya skala instrumen penilaian kedua perguruan tinggi tersebut sangat berbeda.
“Kita kan melakukan review mengikuti instrumen data yang ada. Kami akan minta mereka mengisi data lagi untuk dievaluasi,” ujarnya.
Dia menjelaskan, setidaknya terdapat sembilan instrumen yang digunakan dalam penilaian akreditasi, sesuai dengan Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT)
Kesembilan kriteria tersebut adalah visi, misi, tujuan dan sasaran; keluaran dan dampak Tridharma; pendidikan; penelitian; pengabdian kepada masyarakat; mahasiswa; Sumber Daya Manusia (SDM); keuangan, sarana dan prasarana; serta tata pamong dan kerjasama.