Bisnis.com, JAKARTA - Kegiatan ship to ship (STS) transfer terkait bongkar muat batu bara di pelabuhan Muara Berau, Kutai Kartanegara, kembali terhenti akibat aksi unjuk rasa dari sejumlah nelayan yang mengatasnamakan Rukun Nelayan Muara Badak sejak 13 Mei 2018.
Berdasarkan keterangan resmi dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) yang diterima Bisnis, Rabu (16/5/2018), sekitar 28 kapal pengangkut batu bara di Muara Berau menghentikan aktivitas loading-nya.
Adapun gangguan terhadap aktivitas bongkar muat tersebut telah berlangsung selama beberapa hari.
Kelompok nelayan tersebut menuntut adanya kompensasi dari perusahaan batu bara terkait kerugian yang dialami akibat proses bongkar muat di Muara Berau. Kegiatan tersebut diklaim mengganggu kegiatan nelayan secara langsung.
"Pada dasarnya, perusahaan anggota APBI yang menggunakan STS Muara Berau telah melakukan aktivitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak ada pelanggaran sehubungan dengan aktivitas bongkar muat yang dilakukan. Oleh karena itu, terkait dengan kompensasi yang diminta oleh nelayan, perusahaan anggota APBI tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut karena tida ada aturan yang dilanggar oleh perusahaan," tutur Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia dalam keterangan resmi tersebut.
Menurutnya, terjadi kerugian yang cukup besar bagi perusahaan batu bara, khususnya yang beroperasi di Kalimantan Timur. Penundaan kegiatan bongkar muat telah menghambat penjualan batu bara untuk pasa domestik dan ekspor.
Baca Juga
APBI pun telah mengajukan permohonan tertulis terkait pemindahan kegiatan STS transfer batu bara dari pelabuhan Muara Berau ke pelabuhan Muara Jawa.
APBI pun berharap Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda dalam mengeluarkan surat kondisi kahar (force majeure) dan melaporkan aksi yang menghambat kepada pihak berwajib. Selain itu, pemerintah pun diharapkan turun tangan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.