Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memberikan sinyal untuk kembali merilis kebijakan ekonomi dan insentif guna menggenjot kemudahan berusaha sekaligus investasi dan ekspor di Indonesia.
Meski tidak menjelaskan secara detail, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan pemerintah tengah bersiap merilis insentif ekonomi. “[Kebijakan ekonomi ] bulan ini tanggal 20-an lah akan ada. Sama sekalian insentif,” ucapnya di Istana Negara, Selasa (15/5).
Rencana pemerintah tersebut juga kembali dipertegas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan rapat terbatas yang diadakan di Kantor Kepresidenan membahas mengenai persiapan pemerintah untuk meningkatkan investasi.
“[Rapat] membahas bagaimana meningkatkan investasi dan ekspor melalui kebijakan-kebijakan yang nanti dalam beberapa minggu ke depan akan dikeluarkan,” jelasnya singkat.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini, dia masih optimistis defisit APBN semakin akan terus menurun bahkan berpeluang berada di bawah 2% pada tahun mendatang. Tak hanya itu, Sri menambahkan dengan keseimbangan primer (primary balance) yang mendekati nol, hal itu bisa menunjukkan bahwa kondisi fiskal nasional masih terjaga.
“Ini sudah akan menimbulkan paling tidak sinyal bahwa fiskal kita terjaga, konsolidasi. Namum tetap memiliki daya dorong karena ekonomi kita masih butuh support, terutama untuk kebijakan-kebijakan yang sifatnya fundamental, seperti kemiskinan, kesehatan,” tambahnya.
Baca Juga
Saat ini, dia menjelaskan pemerintah telah merilis serangkaian insentif ekonomi untuk mendorong investasi dan ekspor naisonal. “Sekarang ini kita sudah banyak, ada tax holiday, tax allowance, sekarang akan diperluas tax allowance terutama untuk apa yang investasi di bawah Rp500 miliar, kita juga akan mendesain untuk industri padat karya orientasi ekspor,” tuturnya.
Menurutnya, upaya tersebut dilakukan untuk membangun ketahanan ekonomi nasional dengan menggenjot investasi dan ekspor. “Sehingga waktu kita tumbuh tinggi, kita tidak terhalang oleh transaksi berjalan yang negatif atau neraca pembayaran yang tertekan,” jelasnya.